Sabtu, 15 Agustus 2009

KEBIJAKAN POLITIK UMAR BIN ABDUL AZIZ (1)

"Saya tidak pernah melakukan shalat di belakang seorang
imam pun yang hampir sama shalatnya dengan shalat
Rasulullah Saw. daripada anak muda ini, yaitu Umar
bin Abdul Aziz." Zaid menambahkan, "Dia sempurna
dalam melakukan ruku' dan sujud, serta meringankan
saat berdiri dan duduk" (Zaid bin Aslam dari Anas).

Umar bin Abdul Aziz bin Marwan dikenal dengan panggilan
Abu Hafsh lahir di Hulwan, sebuah desa di Mesir pada
tahun 61 H. Ibunya, Ummu 'Ashim adalah putri
'Ashim bin Umar bin Khaththab dilahirkan tidak lebih dari
50 tahun setelah wafatnya Rasulullah Saw. dimana saat itu
para sahabat dan tabi'in masih memiliki ikatan batin dan
kehidupan yang amat akrab dengan Rasul. Jadi, Umar
bin Abdul Aziz adalah cucu Umar bin Khaththab dari garis
keturunna (nasab)ibunya. Ayahandanya, Abdul Aziz bin
Marwan, pernah menjadi gubernur di daerah itu.

Dengan demikian, Umar bin Abdul Aziz dilahirkan dan
dibesarkan di lingkungan istana dan tumbuh dalam buaian
kemewahan. Ia dan keluarganya memiliki kekayaan
melimpah - sebagaimana umunya keluarga raja-raja Dinasti
Umayyah - yang diperoleh sebagai tunjangan raja kepada
keluarga dekatnya. Disebutkan, dari perkebunannya saja,
Umar memiliki penghasilan 50.000 asyrafi (dinar) per tahun.
Tentu saja, saat itu ia hidup secara mewah sebagaimana
lazimnya kaum bangsawan, dengan pakaian, rumah, kendaraan,
dan perlengkapan yang hanya mungkin dimiliki oleh para
pangeran. Maka wajar, bila pada masa remajanya
dia suka berfoya-foya.

Meski demikian, orangtuanya tak pernah melupakan akan
pentingnya pendidikan agama. Maka sejak kecil Umar sudah
biasa menghafal Al-Qur`an. Kemudian ayahandanya mengirimnya
ke Madinah untuk belajar berbagai ilmu agama. Umar banyak
berguru kepada Ubaidillah bin Abdullah. Dengan bekal ilmu
itulah Umar semakin bijak menyikapi berbagai persoalan di
masyarakat, terutama yang berkenaan dengan prinsip dasar
peradaban Islam di masa Rasulullah Saw. dan Khulafaur
Rasyidin. Umar pun memiliki pandangan lain tentang sistem
kekhalifahan yang diwariskan secara turun temurun.

Umar bin Abdul Aziz kini dikenal sebagai orang yang sangat
saleh. Gaya hidup suka berfoya-foya langsung ditinggalkannya
dan menggantinya dengan akhlak Islami. Ketika ayahandanya
meninggal, Abdul Malik bin Marwan, yang pada saat
itu menjabat sebagai Khalifah, memintanya untuk datang
ke Damaskus untuk dinikahkan dengan anaknya yang bernama
Fathimah.

Isyarat bahwa Umar bin Abdul Aziz akan menjadi "orang besar"
sudah ada ketika ayahandanya melihat bekas luka di bagian
wajah Umar akibat tendangan seekor binatang. Peristiwa itu
terjadi ketika beliau masih kanak-kanak. Ketika ayahnya
menghapus darah yang mengalir di wajahnya, ayahnya berkata,
"Jika kamu adalah orang yang terluka dibagian wajah dari
kalangan Umayyah, maka engkau akan menjadi orang yang
bahagia" (Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir).

Pernyataan ayahanda Umar ini merujuk kepada pernyataan
Umar bin Khaththab,"Akan ada dari keturunanku seorang anak
yang di wajahnya ada bekas luka. Dia akan memenuhi dunia
dengan keadilan" (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam
Tarikhnya). Prediksi Umar bin Khaththab diperkuat oleh
pernyataan Ibnu Umar, "Kami pernah berbicara bahwa dunia
ini tidak akan runtuh sebelum ada seorang laki-laki yang
memimpin dari kalangan keluarga Umar bin Khaththab yang
berbuat sebagaimana Umar berbuat." Pada awalnya orang-orang
mengira bahwa yang dimaksud oleh Ibnu Umar itu adalah
Bilal bin Abdullah bin Umar, karena dia memiliki tahi
lalat di wajahnya. Hingga akhirnya Allah Swt.
mendatangkan Umar bin Abdul Aziz.

Al-Walid bin Muslim juga menceritakan perihal isyarat itu.
Menurutnya,seseorang yang berasal dari daerah Khurasan
berkata, "Dalam mimpi saya melihat seseorang datang
kepada sayadan berkata, 'Jika orang yang di wajahnya
ada luka dari kalangan Bani Marwan telah berkuasa,
maka pergilan kamu dan baiatlah dia,karena sesungguhnya
dia adalah seorangpemimpin yang adil."

Ketika Al-Walid bin Abdul Malik menjadi Khalifah
menggantikanAbdul Malik ayahnya), Umar bin Abdul Aziz
diangkat menjadi gubernur Madinah dari tahun 86H - 93 H.
Namun, pada tahun 93 H dia diberhentikan oleh Al-Walid
lantaran kebijakan Umar tidak sejalan dengan kebijakan
Al-Walid yang menjurus kepada penyimpangan.
Umar pun lalu kembali ke Damaskus.

Al-Walid juga berusaha keras mencopot kedudukan saudaranya,
Sulaiman bin Abdul Malik, dari posisinya sebagai Putra Mahkota
yang kelak akan menggantikannya. Ia menginginkan agar yang
menjadi Putra Mahkota adalah anaknya sendiri. Para pembesar
dan pejabat negara yang ada pada waktu itu menyetujui langkah
Al-Walid, baik secara suka rela maupun terpaksa.
Namun, Umar bin Abdul Aziz menolak mentah-mentah keinginan
Al-Walid itu dengan berkata, "Di leher kami ada bai'at.
"Pernyataan Umar itu diulang-ulang di berbagai forum dan
kesempatan hingga akhirnya Al-Walid memenjarakannya dalam
sebuah ruang yang sempit dengan jendela tertutup,
dengan harapan Umar akan mati karena kelaparan dan sesak
nafas.

Setelah tiga hari dikurung, akhirnya Al-Walid membebaskannya.
Kondisi Umar ketika dibebaskan sangat memprihatikan.
Lehernya agak miring. Mengetahui kondisi itu,
Sulaiman bin Abdul Malik berkata, "Dia (Umar) adalah
pengganti setelah saya."


KESHALEHAN UMAR BIN ABDUL AZIZ

Kesalehan Umar sudah dikenal ketika beliau menjadi
gubernur Madinah. Zaid bin Aslam meriwayatkan dari Anas
"Saya tidak pernah melakukan shalat di belakang
seorang imam pun yang hampir sama shalatnya dengan
shalat Rasulullah Saw. daripada anak muda ini,
yaitu Umar bin Abdul Aziz." Zaid menambahkan, "Dia
sempurna dalam melakukan ruku' dan sujud, serta
meringankan saat berdiri dan duduk."

Kesalehan Umar makin bertambah ketika beliau menjadi
Khalifah. Bahkan Umar bukan hanya dikenal sebagai seorang
ahli ibadah, tetapi dia memiliki pemahaman yang mendalam
dan rinci (al-fahmu ad-daqiq) dalam masalah keagamaan.
Sehingga beliau dijadikan rujukan dalam berbagai masalah
oleh banyak orang. Sampai-sampai Maimun bin Mahran berkata,
"Para ulama di hadapan Umar bin Abdul Aziz adalah
murid-muridnya."

Proses taqarrub ilallah yang dilakukan Umar bin Abdul Aziz,
membuat beliau diberikan berbagai keistimewaan (karamah)
oleh Allah Swt. Abu Nu'aim meriwayatkan dari
Rayyah bin Ubaidah,dia berkata, "Umar bin Abdul Aziz
keluar dari rumahnya untuk menunaikan shalat.
Saya melihat ada seseorang yang sangat
tua bersandar ke tangan Umar. Saya berkata dalam hati,
sesungguhnya orangtua itu berhati gersang. Usai shalat,
saya bertanya kepada Umar, "Wahai Amirul
Mukminin, semoga Allah memberkati anda. Siapa gerangan
kakek tua yang bersandar di tangan anda?"

Umar balik bertanya, "Apakah anda (Rayyah) melihatnya?"

Rayyah bin Ubaidah menjawab, "Benar, saya melihatnya."

Umar berkata, "Tidak salah dugaanku, engkau seorang
laki-laki saleh. Ketahuilah, kakek tua itu adalah
Nabi Khidir, saudaraku. Dia datang untuk
memberitahu bahwa saya akan memimpin umat ini dan
akan berlaku adil terhadap mereka."

Maimun bin Mahran juga meriwayatkan dari Abu Hasyim
bahwa seorang laki-laki menemui Umar bin Abdul Aziz
dan berkata, "Saya bermimpi melihat Rasulullah Saw.
dalam tidurku. Dalam mimpi itu, aku melihat Abu Bakar
ash-Shiddiq Ra. ada disamping kanan Rasulullah,
sedangkan Umar bin Khaththab Ra. disamping kirinya.
Tiba-tiba kedua orang itu berselisih pendapat,
sedangkan engkau (Umar bin Abdul Aziz) duduk di depan
Rasulullah. Rasulullah Saw. berkata kepadamu, 'Wahai Umar,
jika nanti kamu menjadi penguasa, maka berbuatlah
sebagaimana kedua orang ini (Abu Bakar ash-Shiddiq
dan Umar bin Khaththab) berbuat."

Untuk meyakinkan kebenaran mimpi itu, Umar meminta orang
itu untuk bersumpah dengan nama Allah. Orang itu
kemudian bersumpah atas nama Allah. Maka Umar pun
menangis.

Sebagaimana sifat para nabi dan salafush shalih,
Umar bin Abdul Aziz amat benci pada perbuatan dusta,
karena dusta selalu akan mendatangkan bencana bagi
pelakunya dan umat manusia. Ibrahim as-Sakuni
menceritakan bahwa Umar pernah
berkata, "Aku tak pernah berdusta sejak aku tahu
bahwa dusta itu akan mendatangkan bencana bagi pelakunya."

Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang sangat takut
kepada Allah Swt. Istrinya bercerita, bahwa jika Umar
masuk rumah, maka dia aka berbaring di tempat shalat
sunnahnya. Dia terus menangis hingga akhirnya tertidur.
Al-Walid bin Abi as-Saib berkata,
"Saya tidak pernah melihat orang yang lebih takut
kepada Allah daripada Umar bin Abdul Aziz."


MENJADI KHALIFAH


Umar bin Abdul Aziz diangkat sebagai Khalifah
berdasarkan surat wasiat Khalifah Sulaiman bin
Abdul Malik pada tahun 99 H. Waktu itu Umar bin
Abdul Aziz baru berumur 37 tahun. Dia menjabat
Khalifah selama dua tahun lima bulan sebagaimana
masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq Ra. Di masa
pemerintahannya, Umar telah memenuhi dunia dengan
keadilan,mengembalikan semua harta yang diambil
secara tidak halal pada masa kekhalifahan sebelumnya.
Beliau menghapus tradisi jahiliyah dan membangun
tradisi Islam.

Umar bin Abdul Aziz tidak mau menduduki kursi kekuasaan
sebelum menanggalkan sikap kesewenang-wenangan si kuat
terhadap si lemah dan membatalkan tradisi jahiliyah
yang selama ini dianut oleh keluarganya yang diwarisi
oleh para pemimpin sebelumnya yang berlaku zalim kepada
rakyatnya. Ia telah mengubah tradisi buruk itu dan
menggantinya dengan perilaku mulia yang seharusnya
ditempuh oleh seorang Amirul Mukminin.

Ketika dirinya dinyatakan sebagai pengganti Sulaiman
bin Abdul Malik, Umar terkulai lemas dan berkata,
"Demi Allah, sesungguhnya saya tidak pernah memohon
perkara ini kepada Allah satu kali pun."

Hal itu dinyatakannya di hadapan rakyatnya sesaat
setelah ia dibaiat, "Saudara-saudara sekalian, saat ini
saya batalkan pembaiatan yang saudara-saudara berikan
kepada saya, dan pilihlah sendiri Khalifah yang kalian
inginkan selain saya." Hal itu dilakukan lantaran Umar
tidak mau memangku jabatan sebelum ada kerelaan dari umat
atas penunjukan dirinya sebagai Khalifah. Namun,
rakyat tetap pada keputusannya, yaitu membaiat
Umar bin Abdul Aziz.

Dikisahkan oleh Umar bin Muhajir, sesaat setelah Umar
bin Abdul Aziz dibaiat menjadi Khalifah, ia berdiri
di hadapan khayalak, lalu memuji Allah dan berkata,
"Wahai hadirin sekalian, sesungguhnya tidak ada
satu kitab suci pun setelah Al-Qur`an, dan tidak akan
ada nabi setelah Muhammad Saw. Ketahuilah bahwa saya
bukan pembuat undang-undang. Saya hanyalah
seorang pelaksana. Saya juga bukan orang yang
membuat ajaran-ajaran baru (bid'ah),
saya hanyalah sebagai pengikut. Saya bukanlah orang
terbaik di antara kalian. Justru saya adalah orang yang
memilkul beban berat. Sesungguhnya orang yang
melarikan diri dari seorang pemimpin yang zalim,
dia bukan orang zalim. Ketahuilah bahwa tidak
ada ketaatan kepada makhluk apabila dia berada dalam
kemaksiatan."

Wallahua'lam bishshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

My Blog List