Senin, 13 Juni 2011

Pengelolaan Akselerasi Potensi Ummat


Ummat Islam diakui memiliki banyak potensi dan harapan. Namun, seolah potensi ini tidak mampu dikelola dengan baik. Manajemen sumberdaya ummat masih lemah dalam kehidupan bermasyarakat. Sehingga melimpahnya potensi kurang bisa ditangkap dan di arahkan. Padahal Rasulullah SAW telah mencontohkan bagaimana generasi shahabat bisa mampu terupgrades edemikian rupa. Sehingga mampu merubah peradaban dunia. 

Namun kejumudan (statis) dalam tubuh ummat masih dirasakan dibanding dengan kebutuhan inovasi dan dinamikan yang berkembang. Paling tidak permasalahan faktor-faktor pengelolaan sumberdaya manusia (SDM) masih menjadi catatan panjang. 

Sebagai contoh , fungsi rekrutmen dan seleksi potensi ummat sering dikesampingkan. Padahal potensi tersebut masih berlimpah dan bisa dikelola untuk menghasilkan outcome yang jauh lebih produktif dan bermanfaat. Fungsi placement/penempatan potensi serta penjagaannya dan monitoring masih belum optimal. Kerja kolektif ummat masih belum ‘berasa’. Masing-masing individu yang berpotensi tidak mampu mengarahkan keunggulan potensinya untuk menghasilkan kinerja kolektif. Bahkan sering dijumpai potensi yang ada hanya mampu di’nikmati’ oleh dirinya sendiri secara materi. 

Disisi lain penghargaan terhadap potensi ummat yang muncul kurang memadai. Para engginer, teknokrat dari berbagai disiplin keilmuan dan teknologi, serta penemuan berbagai teknologi baru yang bermanfaat bagi ummat kadang masih kurang mendapat perhatian dan penghargaan dari ummat itu sendiri. Ummat dan masyarakat masih lebih menghargai ‘selebritis’ dari pada prestasi dari kinerja produktif yang dihasilkan para ilmuwan. Sehingga tidak bisa disalahkan ketika ‘turn over’ potensi ummat begitu tinggi. Sehingga potensi mereka justru di manfaatkan oleh ‘pihak’ lain. Bagaimana potensi besar ini mampu untuk menegakkan izzah Islam, jika tidak dikelola dengan baik.

Islam adalah dien yang memiliki Izzah yang tinggi. Oleh karena itu ummat Islam harus mampu menunjukkan izzah tersebut paling tidak dengan 4 cara. 

Yang pertama adalah dangan mengoptimalkan seluruh kemampuan dan kekutan yang dimiliki sebagaimana perintah Allah dalam surat al Anfal 60

 “dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”. 

Yang kedua, meminimalisir kelemahan yang ada “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (QS. 3:139). 

Ketiga, memanfaatkan peluang untuk maju “Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan “(QS 41:49), 

Serta ke-empat, berani menghadapi berbagai macam tantangan yang ada “Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan kamu perintahkan “ (QS. 27:33). Dalam pendekatan manajemen strategi modern, rumusan yang diajukan oleh Barney (1991) dapat digunakan sebagai sarana untuk memotret kondisi ummat. Rumusan tersebut adalah SWOT: strengths, weaknesses, opportunities, dan threat. Metode ini sering digunakan dalam manajemen stratejik untuk menganalisis positioning pada suatu objek.

Namun ternyata pendekatan SWOT tidaklah cukup untuk ‘menerawang’ kondisi kemampuan di masa yang akan datang. Karena SWOT hanya mampu mendiskripsikan kondisi kekinian (current time). Sedangkan kondisi masyarakat sangat diwarnai dengan model persaingan/kompetisi. Oleh karena itu mengelola ummat perlu garansi ketahanan dalam lingkungan yang penuh dengan dinamika kompetisi. 

Sehingga paling tidak ada beberapa kunci untuk mempersiapkan diri dalam dunia persaingan ini. Yang pertama adalah kualitas ummat harus dilipatkandakan “Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti” (QS 8:65). 

Kedua, membekali ummat agar memiliki kematangan dan kualitas/“tamayyuz” dalam berbagai sisi. Misalnya pada sisi mutamayyiz fii rijal (kualitas diri), mutamayyiz fi adaa (penunaian tugas), mutamayyiz fii intaj (sentuhan produk-finishing touch), mutamayyiz fii khidmah(pelayanan), dan mutamayyiz fii muamalah (bermasyarakat).  

Ketiga membekali ummat untuk memiliki kesiapan tinggi dan keunikan diri. “Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! ” (QS. 4:71). 

Ke-empat mempersiapkan ummat agar mudah diorganisir “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. ” (QS. 61.4).

Dalam manajemen modern pendekatan yang diajukan Hamel & Prahalat (1996) dijadikan alat untuk mengukur kualitas sistem dan SDM dalam lingkungan yang kompetitif. VRIO; valueable, rareness, immitateness, organized menjadi tools untuk memastikan tingkat persaingan SDM ummat di masa yang akan datang. 

Secara Statistik Ummat Islam di dunia berjumlah 30% dari jumlah manusia hidup yang ada di dunia. Namun secara wa’qi kualitas kita belumlah memberikan pengaruh hingga 30% dinamika manusia di bumi ini. “…. jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir….” (QS 8:65). 

Bahkan sekian banyak negeri yang ditinggali mayoritas muslim sering menjadi obyek dalam dinamika dunia ini. Sebuah pertanyaan besar mungkin akan muncul. Seperti apakah sumber daya (resources) ummat yang kita miliki sekarang ini? bagaimana dengan kompetensinya?dan bagaimana mengelolanya?

Dalam era kompetisi yang begitu ketat, pendekatan ilmuwan barat (Boxal P., 1998) dalam hal ini mengakui bahwa kombinasi sumberdaya-resources dengan kemampuan-competencies akan menghasilkan posisi keunggulan bersaing (competitive advantages) pada sebuah entitas. Oleh karena itu sumberdaya-resources dan kemampuan-competencies seharusnya menjadi milik ummat. 

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. 3:110). 

Para peneliti di bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM) telah melakukan investigasi dengan berbagai pendektan teori ontology, epistemology dan methodology (Lynham, SA, 2000). Serta telah mengambangkan pendekatan pengembangan sumberdaya manusia baik dengan perspektifuniversal, contigency maupun configurational (Delery et al, 1996). 

Sehingga ditemukan berbagai model teori pengembangan SDM dalam berbagai perspektive seperti perilaku-behavioral, cybernetic model, agency/transactional cost model, resources based view, power/resources dependent model, institutional model dan human capital model (Wright et al, 1992). 

Berbagai model teori ini memperhatikan faktor dinamika lingkungan baik secara sosiologi, ekonomi, manajemen, psikologi, teknologi, struktur internal hingga budaya negara (Jackson et al, 1995). Sehingga ditemukan berbagai bentuk strategi yang berfungsi untuk pengelolan SDM  seperti strategi Defender, Prospector, Analyzer. Model strategi ini telah diuji dalam berbagai kondisi dinamika lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhinya (Miles et al, 1984). 

Selain itu berbagai bentuk strategis ini memperhatikan 5 variabel dasar yaitu tipologi (Lengnick et al, 1988), arsitektural (Lepak et al, 1999), fleksibilitas (Wright et al, 1998), sustainabilitas (Lado et al, 1994) dan competitive Advantages (Boxall P., 1998). Pada umumnya pengelolan SDM didasari oleh tingkat kesiapan dan pengelola SDM, serta disesuaikan dengan tuntutan pertumbuhan yang dihadapinya. 

Pengelolaan SDM di kelompokkan menjadi 4 tipologi; pengarahan, pengembangan, produktivitas, dan ekspansi. Pengarahan SDM dilakukan jika tingkat kesiapan dan orientasi pertumbuhannya rendah, sedangkan jika tingkat kesiapan dan orintasi pertumbuhan tinggi, maka pendekatan yang dilakukan adalah ekspansi. Begitupun juga tingkat kesiapan rendah dan tuntutan pertumbuhan tinggi, maka pendekatan tipe pengelolaan SDM di arahkan peda pengembangan. Sebaliknya jika tuntutan pertumbuhan tinggi namun tingkat kesiapan SDM rendah maka yang dilakukan fokuskan adalah produktivitas.

Dalam melakukan desain pengelolaan SDM, faktor arsitektural kondisi SDM perlu di perhatikan untuk melakukan penataan, penempatan dan alokasi SDM agar tepat sasaran. Ada 4 pendekatan berdasarkan tingkat kemampuan SDM menghadapi persoalan yang ada. Tingkat kesiapan ini dinilai dari 4 perspektif pendekatan competitive advantages

Yang pertama adalah tingkat nilai yang dimiliki oleh SDM. Yaitu kemampuan SDM dalam menangkap peluang, dan kemampuan menurunkan tingkat resistensi yang di hadapinya pula. Kedua, adalah tingkat kematangan SDM dalam menghadapi permasalahan. Ketiga adalah sulitnya di tiru potensi SDM yang ada oleh kompetitor dan sulitnya di ganti dengan sumber daya lain karena keunikan SDM yang dimiliki. Keempat adalah potensi organisir baik mengorganisir maupun diorganisir dari SDM yang ada dalam sebuah sistem. Keempat perspektif ini akan mengarahkan pada pola arsitektural penanganan SDM. Alokasi SDM bisa dilakukan dengan pendekatan pengembangan yang progresif dari sumberdaya internal, akuisisi terhadap potensi SDM lain, kerjasama, atau aliansi berbagai potensi SDM.

Modal ini diharapkan akan membawa ummat memiliki keunggulan menuju izzah dan kemenangan. Namun untuk memastikan pencapaian kemenangan dan izzah harus dijaga oleh lima syarat:istihqaq annajah (syarat sukses). Lima syarat untuk meraih kemenangan ini, yang yastahiqqun najah ini adalah ; al-qiyam tastahiqun najah (winning value), Almanhaju yastahiqqun najah (Winning Concept), An-Nizham yastahiqqun najah (Winning System), Al-jama’atu yastahiqqunnajah (Winning team), dan Al-Ghoyatu tastahiqqun najah (winning goal).

Proses pengelolaan SDM yang dicontohkan Rasulullah SAW telah menghasilkan generasi berkualitas para shahabat, yang diabadikanNYA dalam surat Al fath 29
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. 48:29).

Generasi awal yang direkrut Rasulullah menjadi panduan bagi kita untuk mengumpulkan potensi ummat yang beragam karakter dan kompetensi, layaknya Abu Bakar ash shidiq, Ummar bin khattab, Utsman bin affan dan Ali bin abi thalib, yang selalu membersamai tinta emas perjalanan shiroh Rasulullah SAW. Seleksi yang cukup ketat dilakukan Rasulullah pada para shahabatnya di tempat Arqam bin abi Arqam menggunakan mekanisme pembinaan yang harus selalu dieksplorasi ibrohnya. Placement dan penugasan bagi para shahabar dilakukan seperti penugasan sebagai para duta Islam ke berbagai kekuatan dunia seperti ke Habasyah, Kisra, serta Romawi. Bahkan proses peningkatan kualitas para shahabat dengan berbagai training/tadrib di medan jihad seperti keberangkatan ke Badar, ketaatan di Uhud, inovasi di khandak dan lain sebagainya. Pengelolaan para shahabat menjadi mereka menjadi generasi yang unik penuh dengan inovasi dan kejutan sejarah. Tidak lupa Rasulullah SAW pun selalu mengingatkan akan jaza’(Compensation) yang disediakan Allah bagi setiap muslim yang berprestasi membangun peradaban.

Sudah saatnya kita kembalikan mengevaluasi program regenerasi dan pengelolaan (Human resources management) ummat. Dengan harapan agar –ke depan- tidak tersia-sia potensi yang telah dimilikinya, terakselerasi secara komunal, termbina secara terstruktur, terarah, dengan tahap yang jelas, terakselerasi secara horisontal maupun sisi vertical. Namun dengan tidak melupakan berbagai sisi kemanusiaannya. Oleh karenanya pembinaan (tarbiyyah), ummat harus dimulai dari proses rekrutmen dan seleksi yang terbuka dan ketat, reorientasi optimalisasi potensi, penempatan (placement) potensi yang sesuai, pelatihan dan pengembangan (training and development) potensi menghadapi tantangan masa depan, serta pemberian penghargaan yang layak demi kemanusiaan (compensation). Semoga dengan penuh kesungguhan dan profesionalitas, kita dapat mengembalikan izzah ummat yang terlenakan. 

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. 3:110).

Wallahu a’lam bi showwab.

copas by
Setyabudi Indartono
PhD Candidate of Business Administration
National Central University 
Taiwan

My Blog List