Senin, 31 Agustus 2009

WONG FEI HUNG (Faisal Hussein Wong) Adalah Muslim (Ulama), Ahli Pengobatan, Ahli Beladiri & Berasal Dari Keluarga Muslim


Selama ini kita hanya mengenal Wong Fei Hung sebagai jagoan Kung fu dalam film Once Upon A Time in China. Dalam film itu, karakter Wong Fei Hung diperankan oleh aktor terkenal Hong Kong, Jet Li. Namun siapakah sebenarnya Wong Fei Hung?

Wong Fei Hung adalah seorang Ulama, Ahli Pengobatan, dan Ahli Beladiri legendaris yang namanya ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional China oleh pemerintah China. Namun Pemerintah China sering berupaya mengaburkan jatidiri Wong Fei Hung sebagai seorang muslim demi menjaga supremasi kekuasaan Komunis di China.

Wong Fei-Hung dilahirkan pada tahun 1847 di Kwantung (Guandong) dari keluarga muslim yang taat. Nama Fei pada Wong Fei Hung merupakan dialek Canton untuk menyebut nama Arab, Fais. Sementara Nama Hung juga merupakan dialek Kanton untuk menyebut nama Arab, Hussein. Jadi, bila di-bahasa-arab-kan, namanya ialah Faisal Hussein Wong.

Ayahnya, Wong Kay-Ying adalah seorang Ulama, dan tabib ahli ilmu pengobatan tradisional, serta ahli beladiri tradisional Tiongkok (wushu/kungfu). Ayahnya memiliki sebuah klinik pengobatan bernama Po Chi Lam di Canton (ibukota Guandong). Wong Kay-Ying merupakan seorang ulama yang menguasai ilmu wushu tingkat tinggi. Ketinggian ilmu beladiri Wong Kay-Ying membuatnya dikenal sebagai salah satu dari Sepuluh Macan Kwantung. Posisi Macan Kwantung ini di kemudian hari diwariskannya kepada Wong Fei Hung.

Kombinasi antara pengetahuan ilmu pengobatan tradisional dan teknik beladiri serta ditunjang oleh keluhuran budi pekerti sebagai Muslim membuat keluarga Wong sering turun tangan membantu orang-orang lemah dan tertindas pada masa itu. Karena itulah masyarakat Kwantung sangat menghormati dan mengidolakan Keluarga Wong.

Pasien klinik keluarga Wong yang meminta bantuan pengobatan umumnya berasal dari kalangan miskin yang tidak mampu membayar biaya pengobatan. Walau begitu, Keluarga Wong tetap membantu setiap pasien yang datang dengan sungguh-sungguh. Keluarga Wong tidak pernah pandang bulu dalam membantu, tanpa memedulikan suku, ras, agama, semua dibantu tanpa pamrih.

Secara rahasia, keluarga Wong terlibat aktif dalam gerakan bawah tanah melawan pemerintahan Dinasti Ch’in yang korup dan penindas. Dinasti Ch’in ialah Dinasti yang merubuhkan kekuasaan Dinasti Yuan yang memerintah sebelumnya. Dinasti Yuan ini dikenal sebagai satu-satunya Dinasti Kaisar Cina yang anggota keluarganya banyak yang memeluk agama Islam.

Wong Fei-Hung mulai mengasah bakat beladirinya sejak berguru kepada Luk Ah-Choi yang juga pernah menjadi guru ayahnya. Luk Ah-Choi inilah yang kemudian mengajarinya dasar-dasar jurus Hung Gar yang membuat Fei Hung sukses melahirkan Jurus Tendangan Tanpa Bayangan yang legendaris. Dasar-dasar jurus Hung Gar ditemukan, dikembangkan dan merupakan andalan dari Hung Hei-Kwun, kakak seperguruan Luk Ah-Choi. Hung Hei-Kwun adalah seorang pendekar Shaolin yang lolos dari peristiwa pembakaran dan pembantaian oleh pemerintahan Dinasti Ch’in pada 1734.

Hung Hei-Kwun ini adalah pemimpin pemberontakan bersejarah yang hampir mengalahkan dinasti penjajah Ch’in yang datang dari Manchuria (sekarang kita mengenalnya sebagai Korea). Jika saja pemerintah Ch’in tidak meminta bantuan pasukan-pasukan bersenjata bangsa asing (Rusia, Inggris, Jepang), pemberontakan pimpinan Hung Hei-Kwun itu niscaya akan berhasil mengusir pendudukan Dinasti Ch’in.

Setelah berguru kepada Luk Ah-Choi, Wong Fei-Hung kemudian berguru pada ayahnya sendiri hingga pada awal usia 20-an tahun, ia telah menjadi ahli pengobatan dan beladiri terkemuka. Bahkan ia berhasil mengembangkannya menjadi lebih maju. Kemampuan beladirinya semakin sulit ditandingi ketika ia berhasil membuat jurus baru yang sangat taktis namun efisien yang dinamakan Jurus Cakar Macan dan Jurus Sembilan Pukulan Khusus. Selain dengan tangan kosong, Wong Fei-Hung juga mahir menggunakan bermacam-macam senjata. Masyarakat Canton pernah menyaksikan langsung dengan mata kepala mereka sendiri bagaimana ia seorang diri dengan hanya memegang tongkat berhasil menghajar lebih dari 30 orang jagoan pelabuhan berbadan kekar dan kejam di Canton yang mengeroyoknya karena ia membela rakyat miskin yang akan mereka peras.

Dalam kehidupan keluarga, Allah banyak mengujinya dengan berbagai cobaan. Seorang anaknya terbunuh dalam suatu insiden perkelahian dengan mafia Canton. Wong Fei-Hung tiga kali menikah karena istri-istrinya meninggal dalam usia pendek. Setelah istri ketiganya wafat, Wong Fei-Hung memutuskan untuk hidup sendiri sampai kemudian ia bertemu dengan Mok Gwai Lan, seorang perempuan muda yang kebetulan juga ahli beladiri. Mok Gwai Lan ini kemudian menjadi pasangan hidupnya hingga akhir hayat. Mok Gwai Lan turut mengajar beladiri pada kelas khusus perempuan di perguruan suaminya.

Pada 1924 Wong Fei-Hung meninggal dalam usia 77 tahun. Masyarakat Cina, khususnya di Kwantung dan Canton mengenangnya sebagai pahlawan pembela kaum mustad’afin (tertindas) yang tidak pernah gentar membela kehormatan mereka. Siapapun dan berapapun jumlah orang yang menindas orang miskin, akan dilawannya dengan segenap kekuatan dan keberanian yang dimilikinya. Wong Fei-Hung wafat dengan meninggalkan nama harum yang membuatnya dikenal sebagai manusia yang hidup mulia, salah satu pilihan hidup yang diberikan Allah kepada seorang muslim selain mati Syahid. Semoga segala amal ibadahnya diterima di sisi Alah Swt dan semoga segala kebaikannya menjadi teladan bagi kita, generasi muslim yang hidup setelahnya. Amin.

--------------
http://en.wikipedia.org/wiki/Wong_Fei_Hung
http://www.wongfeihung.com/

SALAHUDDIN AL AYYUBI

SULTAN SALAHUDDIN AL-AYYUBI, namanya telah terpateri di hati sanubari pejuang Muslim yang memiliki jiwa patriotik dan heroik, telah terlanjur terpahat dalam sejarah perjuangan umat Islam karena telah mampu menyapu bersih, menghancurleburkan tentara salib yang merupakan gabungan pilihan dari seluruh benua Eropa.

Konon guna membangkitkan kembali ruh jihad atau semangat di kalangan Islam yang saat itu telah tidur nyenyak dan telah lupa akan tongkat estafet yang telah diwariskan oleh Nabi Muhammad saw., maka Salahuddinlah yang mencetuskan ide dirayakannya kelahiran Nabi Muhammad saw. Melalui media peringatan itu dibeberkanlah sikap ksatria dan kepahlawanan pantang menyerah yang ditunjukkan melalui "Siratun Nabawiyah". Hingga kini peringatan itu menjadi tradisi dan membudaya di kalangan umat Islam.

Jarang sekali dunia menyaksikan sikap patriotik dan heroik bergabung menyatu dengan sifat perikemanusian seperti yang terdapat dalam diri pejuang besar itu. Rasa tanggung jawab terhadap agama (Islam) telah ia baktikan dan buktikan dalam menghadapi serbuan tentara ke tanah suci Palestina selama dua puluh tahun, dan akhirnya dengan kegigihan, keampuhan dan kemampuannya dapat memukul mundur tentara Eropa di bawah pimpinan Richard Lionheart dari Inggris.

Hendaklah diingat, bahwa Perang Salib adalah peperangan yang paling panjang dan dahsyat penuh kekejaman dan kebuasan dalam sejarah umat manusia, memakan korban ratusan ribu jiwa, di mana topan kefanatikan membabi buta dari Kristen Eropa menyerbu secara menggebu-gebu ke daerah Asia Barat yang Islam.

Seorang penulis Barat berkata, "Perang Salib merupakan salah satu bagian sejarah yang paling gila dalam riwayat kemanusiaan. Umat Nasrani menyerbu kaum Muslimin dalam ekspedisi bergelombang selama hampir tiga ratus tahun sehingga akhirnya berkat kegigihan umat Islam mereka mengalami kegagalan, berakibat kelelahan dan keputusasaan. Seluruh Eropa sering kehabisan manusia, daya dan dana serta mengalami kebangkrutan sosial, bila bukan kehancuran total. Berjuta-juta manusia yang tewas dalam medan perang, sedangkan bahaya kelaparan, penyakit dan segala bentuk malapetaka yang dapat dibayangkan berkecamuk sebagai noda yang melekat pada muka tentara Salib. Dunia Nasrani Barat saat itu memang dirangsang ke arah rasa fanatik agama yang membabi buta oleh Peter The Hermit dan para pengikutnya guna membebaskan tanah suci Palestina dari tangan kaum Muslimin".

"Setiap cara dan jalan ditempuh", kata Hallam guna membangkitkan kefanatikan itu. Selagi seorang tentara Salib masih menyandang lambang Salib, mereka berada di bawah lindungan gereja serta dibebaskan dari segala macam pajak dan juga untuk berbuat dosa.

Peter The Hermit sendiri memimpin gelombang serbuan yang kedua terdiri dari empat puluh ribu orang. Setelah mereka sampai ke kota Malleville mereka menebus kekalahan gelombang serbuan pertama dengan menghancurkan kota itu, membunuh tujuh ribu orang penduduknya yang tak bersalah, dan melampiaskan nafsu angkaranya dengan segala macam kekejaman yang tak terkendali. Gerombolan manusia fanatik yang menamakan dirinya tentara Salib itu mengubah tanah Hongaria dan Bulgaria menjadi daerah-daerah yang tandus.

"Bilamana mereka telah sampai ke Asia Kecil, mereka melakukan kejahatan-kejahatan dan kebuasan-kebuasan yang membuat alam semesta menggeletar" demikian tulis pengarang Perancis Michaud.

Gelombang serbuan tentara Salib ketiga yang dipimpin oeh seorang Rahib Jerman, menurut pengarang Gibbon terdiri dari sampah masyarakat Eropa yang paling rendah dan paling dungu. Bercampur dengan kefanatikan dan kedunguan mereka itu izin diberikan guna melakukan perampokan, perzinaan dan bermabuk-mabukan. Mereka melupakan Konstantin dan Darussalam dalam kemeriahan pesta cara gila-gilaan dan perampokan, pengrusakan dan pembunuhan yang merupakan peninggalan jelek dari mereka atas setiap daerah yang mereka lalui" kata Marbaid.

Gelombang serbuan tentara Salib keempat yang diambil dari Eropa Barat, menurut keterangan penulis Mill "terdiri dari gerombolan yang nekat dan ganas. Massa yang membabi buta itu menyerbu dengan segala keganasannya menjalankan pekerjaan rutinnya merampok dan membunuh. Tetapi akhirnya mereka dapat dihancurkan oleh tentara Hongaria yang naik pitam dan telah mengenal kegila-gilaan tentara Salib sebelumnya.

Tentara Salib telah mendapat sukses sementara dengan menguasai sebagian besar daerah Syria dan Palestina termasuk kota suci Yerusalem. Tetapi Kemenangan-kemenangan mereka ini telah disusul dengan keganasan dan pembunuhan terhadap kaum Muslimin yang tak bersalah yang melebihi kekejaman Jengis Khan dan Hulagu Khan.

John Stuart Mill ahli sejarah Inggris kenamaan, mengakui pembunuhan-pembunuhan massal penduduk Muslim ini pada waktu jatuhnya kota Antioch. Mill menulis: "Keluruhan usia lanjut, ketidakberdayaan anak-anak dan kelemahan kaum wanita tidak dihiraukan sama sekali oleh tentara Latin yang fanatik itu. Rumah kediaman tidak diakui sebagai tempat berlindung dan pandangan sebuah masjid merupakan pembangkit nafsu angkara untuk melakukan kekejaman. Tentara Salib menghancurleburkan kota-kota Syria, membunuh penduduknya dengan tangan dingin, dan membakar habis perbendaharaan kesenian dan ilmu pengetahuan yang sangat berharga, termasuk "Kutub Khanah" (Perpustakaan) Tripolis yang termasyhur itu. "Jalan raya penuh aliran darah, sehingga keganasan itu kehabisan tenaga," kata Stuart Mill. Mereka yang cantik rupawan disisihkan untuk pasaran budak belian di Antioch. Tetapi yang tua dan yang lemah dikorbankan di atas panggung pembunuhan.

Lewat pertengahan abad ke-12 Masehi ketika tentara Salib mencapai puncak kemenangannya dan Kaisar Jerman, Perancis serta Richard Lionheart Raja Inggris telah turun ke medan pertempuran untuk turut merebut tanah suci Baitul Maqdis, gabungan tentara Salib ini disambut oleh Sultan Shalahuddin al Ayyubi (biasa disebut Saladin), seorang Panglima Besar Muslim yang menghalau kembali gelombang serbuan umat Nasrani yang datang untuk maksud menguasai tanah suci. Dia tidak saja sanggup untuk menghalau serbuan tentara Salib itu, akan tetapi yang dihadapi mereka sekarang ialah seorang yang berkemauan baja serta keberanian yang luar biasa yang sanggup menerima tantangan dari Nasrani Eropa.

Siapakah Shalahuddin? Bagaimana latar belakang kehidupannya?

Shalahuddin dilahirkan pada tahun 1137 Masehi. Pendidikan pertama diterimanya dari ayahnya sendiri yang namanya cukup tersohor, yakni Najamuddin al-Ayyubi. Di samping itu pamannya yang terkenal gagah berani juga memberi andil yang tidak kecil dalam membentuk kepribadian Shalahuddin, yakni Asaduddin Sherkoh. Kedua-duanya adalah pembantu dekat Raja Syria Nuruddin Mahmud.

Asaduddin Sherkoh, seorang jenderal yang gagah berani, adalah komandan Angkatan Perang Syria yang telah memukul mundur tentara Salib baik di Syria maupun di Mesir. Sherkoh memasuki Mesir dalam bulan Februari 1167 Masehi untuk menghadapi perlawanan Shawer seorang menteri khalifah Fathimiyah yang menggabungkan diri dengan tentara Perancis. Serbuan Sherkoh yang gagah berani itu serta kemenangan akhir yang direbutnya dari Babain atas gabungan tentara Perancis dan Mesir itu menurut Michaud �memperlihatkan kehebatan strategi tentara yang bernilai ringgi.�

Ibnu Aziz AI Athir menulis tentang serbuan panglima Sherkoh ini sebagai berikut: "Belum pernah sejarah mencatat suatu peristiwa yang lebih dahsyat dari penghancuran tentara gabungan Mesir dan Perancis dari pantai Mesir, oleh hanya seribu pasukan berkuda".

Pada tanggal 8 Januari 1169 M Sherkoh sampai di Kairo dan diangkat oleh Khalifah Fathimiyah sebagai Menteri dan Panglima Angkatan Perang Mesir. Tetapi sayang, Sherkoh tidak ditakdirkan untuk lama menikmati hasil perjuangannya. Dua bulan setelah pengangkatannya itu, dia berpulang ke rahmatullah.

Sepeninggal Sherkoh, keponakannya Shalahuddin al-Ayyubi diangkat jadi Perdana Menteri Mesir. Tak seberapa lama ia telah disenangi oleh rakyat Mesir karena sifat-sifatnya yang pemurah dan adil bijaksana itu. Pada saat khalifah berpulang ke rahmatullah, Shalahuddin telah menjadi penguasa yang sesungguhnya di Mesir.

Di Syria, Nuruddin Mahmud yang termasyhur itu meninggal dunia pada tahun 1174 Masehi dan digantikan oleh putranya yang berumur 11 tahun bernama Malikus Saleh. Sultan muda ini diperalat oleh pejabat tinggi yang mengelilinginya terutama (khususnya) Gumushtagin. Shalahuddin mengirimkan utusan kepada Malikus Saleh dengan menawarkan jasa baktinya dan ketaatannya. Shalahuddin bahkan melanjutkan untuk menyebutkan nama raja itu dalam khotbah-khotbah Jumatnya dan mata uangnya. Tetapi segala macam bentuk perhatian ini tidak mendapat tanggapan dari raja muda itu berserta segenap pejabat di sekelilingnya yang penuh ambisi itu. Suasana yang meliputi kerajaan ini sekali lagi memberi angin kepada tentara Salib, yang selama ini dapat ditahan oleh Nuruddin Mahmud dan panglimanya yang gagah berani, Jenderal Sherkoh.

Atas nasihat Gumushtagin, Malikus Saleh mengundurkan diri ke kota Aleppo, dengan meninggalkan Damaskus diserbu oleh tentara Perancis. Tentara Salib dengan segera menduduki ibukota kerajaan itu, dan hanya bersedia untuk menghancurkan kota itu setelah menerima uang tebusan yang sangat besar. Peristiwa itu menimbulkan amarah Shalahuddin al-Ayyubi yang segera ke Damaskus dengan suatu pasukan yang kecil dan merebut kembali kota itu.

Setelah ia berhasil menduduki Damaskus dia tidak terus memasuki istana rajanya Nuruddin Mahmud, melainkan bertempat di rumah orang tuanya. Umat Islam sebaliknya sangat kecewa akan tingkah laku Malikus Saleh. dan mengajukan tuntutan kepada Shalahuddin untuk memerintah daerah mereka. Tetapi Shalahuddin hanya mau memerintah atas nama raja muda Malikus Saleh. Ketika Malikus Saleh meninggal dunia pada tahun 1182 Masehi, kekuasaan Shalahuddin telah diakui oleh semua raja-raja di Asia Barat.

Diadakanlah gencatan senjata antara Sultan Shalahuddin dan tentara Perancis di Palestina, tetapi menurut ahli sejarah Perancis Michaud: "Kaum Muslimin memegang teguh perjanjiannya, sedangkan golongan Nasrani memberi isyarat untuk memulai lagi peperangan." Berlawanan dengan syarat-syarat gencatan senjata, penguasa Nasrani Renanud atau Reginald dari Castillon menyerang suatu kafilah Muslim yang lewat di dekat istananya, membunuh sejumlah anggotanya dan merampas harta bendanya.

Lantaran peristiwa itu Sultan sekarang bebas untuk bertindak. Dengan siasat perang yang tangkas Sultan Shalahuddin mengurung pasukan musuh yang kuat itu di dekat bukit Hittin pada tahun 1187 M serta menghancurkannya dengan kerugian yang amat besar. Sultan tidak memberikan kesempatan lagi kepada tentara Nasrani untuk menyusun kekuatan kembali dan melanjutkan serangannya setelah kemenangan di bukit Hittin. Dalam waktu yang sangat singkat dia telah dapat merebut kembali sejumlah kota yang diduduki kaum Nasrani, termasuk kota-kota Naplus, Jericho, Ramlah, Caosorea, Arsuf, Jaffa dan Beirut. Demikian juga Ascalon telah dapat diduduki Shalahuddin sehabis pertempuran yang singkat yang diselesaikan dengan syarat-syarat yang sangat ringan oleh Sultan yang berhati mulia itu.

Sekarang Shalahuddin menghadapkan perhatian sepenuhnya terhadap kota Jerusalem yang diduduki tentara Salib dengan kekuatan melebihi enam puluh ribu prajurit. Ternyata tentara salib ini tidak sanggup menahan serbuan pasukan Sultan dan menyerah pada tahun 1193. Sikap penuh perikemanusiaan Sultan Shalahuddin dalam memperlakukan tentara Nasrani itu merupakan suatu gambaran yang berbeda seperti langit dan bumi, dengan perlakuan dan pembunuhan secara besar-besaran yang dialami kaum Muslimin ketika dikalahkan oleh tentara Salib sekitar satu abad sebelumnya.

Menurut penuturan ahli sejarah Michaud, pada waktu Jerusalem direbut oleh tentara Salib pada tahun 1099 Masehi, kaum Muslimin dibunuh secara besar-besaran di jalan-jalan raya dan di rumah-rumah kediaman. Jerusalem tidak memiliki tempat berlindung bagi umat Islam yang menderita kekalahan itu. Ada yang melarikan diri dari cengkeraman musuh dengan menjatuhkan diri dari tembok-tembok yang tinggi, ada yang lari masuk istana, menara-menara, dan tak kurang pula yang masuk masjid. Tetapi mereka tidak terlepas dari kejaran tentara Salib. Tentara Salib yang menduduki masjid Umar di mana kaum Muslimin dapat bertahan untuk waktu yang singkat. mengulangl lagi tindakan-tindakan yang penuh kekejaman. Pasukan infanteri dan kavaleri menyerbu kaum pengungsi yang lari tunggang langgang. Di tengah-tengah kekacaubalauan kaum peenyerbu itu yang terdengar hanyalah erangan dan teriakan maut. Pahlawan Salib yang berjasa itu berjalan menginjak-injak tumpukan mayat Muslimin, mengejar mereka yang masih berusaha dengan sia-sia melarikan diri. Raymond d' Angiles yang menyaksikan peristiwa itu mengatakan bahwa �di serambi masjid mengalir darah sampai setinggi lutut, dan sampai ke tali tukang kuda prajurit.�

Penyembelihan manusia biadab ini berhenti sejenak, ketika tentara Salib berkumpul untuk melakukan misa syukur atas kemenangan yang telah mereka peroleh. Tetapi setelah beribadah itu, mereka melanjutkan kebiadaban dengan keganasan. �Semua tawanan� kata Michaud, �yang tertolong nasibnya karena kelelahan tentara Salib yang semula tertolong karena mengharapkan diganti dengan uang tebusan yang besar, semua dibunuh dengan tanpa ampun. Kaum Muslimin terpaksa menjatuhkan diri mereka dari menara dan rumah kediaman; mereka dibakar hidup-hidup, mereka diseret dari tempat persembunyiannya di bawah tanah; mereka dipancing dari tempat perlindungannya agar keluar untuk dibunuh di atas timbunan mayat.�

Cucuran air mata kaum wanita, pekikan anak-anak yang tak bersalah, bahkan juga kenangan dari tempat di mana Nabi lsa memaafkan algojo-algojonya, tidak dapat meredakan nafsu angkara tentara yang menang itu. Penyembelihan kejam itu berlangsung selama seminggu. Dan sejumlah kecil yang dapat melarikan diri dari pembunuhan jatuh menjadi budak yang hina dina.

Seorang ahli sejarah Barat, Mill menambahkan pula: �Telah diputuskan, bahwa kaum Muslimin tidak boleh diberi ampun. Rakyat yang ditaklukkan oleh karena itu harus diseret ke tempat-tempat umum untuk dibunuh hidup-hidup. Ibu-ibu dengan anak yang melengket pada buah dadanya, anak-anak laki-laki dan perempuan, seluruhnya disembelih. Lapangan-Iapangan kota, jalan-jalan raya, bahkan pelosok-pelosok Jerusalem yang sepi telah dipenuhi oleh bangkai-bangkai mayat laki-laki dan perempuan, dan anggota tubuh anak-anak. Tiada hati yang menaruh belas kasih atau teringat untuk berbuat kebajikan.�

Demikianlah rangkaian riwayat pembantaian secara masal kaum Muslimin di Jerusalem sekira satu abad sebelum Sultan Shalahuddin merebut kembali kota suci, di mana lebih dari tujuh puluh ribu umat Islam yang tewas.

Sebaliknya, ketika Sultan Shalahuddin merebut kembali kota Jerusalem pada tahun 1193 M, dia memberi pengampunan umum kepada penduduk Nasrani untuk tinggal di kota itu. Hanya para prajurit Salib yang diharuskan meninggalkan kota dengan pembayaran uang tebusan yang ringan. Bahkan sering terjadi bahwa Sultan Shalahuddin yang mengeluarkan uang tebusan itu dari kantongnya sendiri dan diberikannya pula kemudian alat pengangkutan. Sejumlah kaum wanita Nasrani dengan mendukung anak-anak mereka datang menjumpai Sultan dengan penuh tangis seraya berkata: �Tuan saksikan kami berjalan kaki, para istri serta anak-anak perempuan para prajurit yang telah menjadi tawanan Tuan, kami ingin meninggalkan negeri ini untuk selama-lamanya. Para prajurit itu adalah tumpuan hidup kami. Bila kami kehilangan mereka akan hilang pulalah harapan kami. Bilamana Tuan serahkan mereka kepada kami mereka akan dapat meringankan penderitaan kami dan kami akan mempunyai sandaran hidup.�

Sultan Shalahuddin sangat tergerak hatinya dengan permohonan mereka itu dan dibebaskannya para suami kaum wanita Nasrani itu. Mereka yang berangkat meninggalkan kota, diperkenankan membawa seluruh harta bendanya. Sikap dan tindakan Sultan Shalahuddin yang penuh kemanusiaan serta dari jiwa yang mulia ini memperlihatkan suasana kontras yang sangat mencolok dengan penyembelihan kaum Muslimin di kota Jerusalem dalam tangan tentara Salib satu abad sebe1umnya. Para komandan pasukan tentara Shalahuddin saling berlomba dalam memberikan pertolongan kepada tentara Salib yang telah dikalahkan itu.

Para pelarian Nasrani dari kota Jerusalem itu tidaklah mendapat perlindungan oleh kota-kota yang dikuasai kaum Nasrani. �Banyak kaum Nasrani yang meninggalkan Jerusalem,� kata Mill, pergi menuju Antioch, tetapi panglima Nasrani Bohcmond tidak saja menolak memberikan perlindungan kepada mcreka, bahkan merampasi harta benda mereka. Maka pergilah mereka menuju ke tanah kaum Muslimin dan diterima di sana dengan baik. Michaud mcmberikan keterangan yang panjang lebar tentang sikap kaum Nasrani yang tak berperikemanusiaan ini terhadap para pelarian Nasrani dari Jerusalem. Tripoli menutup pintu kotanya dari pengungsi ini, kata Michaud. �Seorang wanita karena putus asa melemparkan anak bayinya ke dalam laut sambil menyumpahi kaum Nasrani yang menolak untuk memberikan pertolongan kepadanya,� kata Michaud. Sebaliknya Sultan Shalahuddin bersikap penuh timbang rasa terhadap kaum Nasrani yang ditaklukkan itu. Sebagai pertimbangan terhadap perasaan mereka, dia tidak memasuki Jerusalem sebelum mereka meninggalkannya.

Dari Jerusalem Sultan Shalahuddin mengarahkan pasukannya ke kota Tyre, di mana tentara Salib yang tidak tahu berterima kasih terhadap Sultan Shalahuddin yang telah mengampuninya di Jerusalem, menyusun kekuatan kembali untuk melawan Sultan. Sultan Shalahuddin menaklukkan sejumlah kota yang diduduki oleh tentara Salib di pinggir pantai, termasuk kota Laodicea, Jabala, Saihun, Becas, dan Debersak. Sultan telah melepas hulu balang Perancis bernama Guy de Lusignan dengan perjanjian, bahwa dia harus segera pulang ke Eropa. Tetapi tidak lama setelah pangeran Nasrani yang tak tahu berterima kasih ini mendapatkan kebebasannya, dia mengingkari janjinya dan mengumpulkan suatu pasukan yang cukup besar dan mengepung kota Ptolemais.

Jatuhnya Jerusalem ke tangan kaum Muslimin menimbulkan kegusaran besar di kalangan dunia Nasrani. Sehingga mereka segera mengirimkan bala bantuan dari seluruh pelosok Eropa. Kaisar Jerman dan Perancis serta raja Inggris Richard Lion Heart segera berangkat dengan pasukan yang besar untuk merebut tanah suci dari tangan kaum Muslimin. Mereka mengepung kota Akkra yang tidak dapat direbut selama berapa bulan. Dalam sejumlah pertempuran terbuka, tentara Salib mengalami kekalahan dengan meninggalkan korban yang cukup besar.

Sekarang yang harus dihadapi Sultan Shalahuddin ialah berupa pasukan gabungan dari Eropa. Bala bantuan tentara Salib mengalir ke arah kota suci tanpa putus-putusnya, dan sungguh pun kekalahan dialami mereka secara bertubi-tubi, namun demikian tentara Salib ini jumlah semakin besar juga. Kota Akkra yang dibela tentara Islam berbulan-bulan lamanya menghadapi tentara pilihan dari Eropa, akhirnya karena kehabisan bahan makanan terpaksa menyerah kepada musuh dengan syarat yang disetujui bersama secara khidmat, bahwa tidak akan dilakukan pembunuhan-pembunuhan dan bahwa mereka diharuskan membayar uang tebusan sejumlah 200.000 emas kepada pimpinan pasukan Salib. Karena kelambatan dalam suatu penyelesaian uang tebusan ini, Raja Richard Lionheart menyuruh membunuh kaum Muslimin yang tak berdaya itu dengan dan hati yang dingin di hadapan pandangan mata saudara sesama kaum Muslimin.

Perilaku Raja Inggris ini tentu saja sangat menusuk perasaan hati Sultan Shalahuddin. Dia bernadzar untuk menuntut bela atas darah kaum Muslimin yang tak bersalah itu. Dalam pertempuran yang berkecamuk sepanjang 150 mil garis pantai, Sultan Shalahuddin memberikan pukulan-pukulan yang berat terhadap tentara Salib.

Akhirnya Raja Inggris yang berhati singa itu mengajukan permintaan damai yang diterima oleh Sultan. Raja itu merasakan bahwa yang dihadapinya adalah seorang yang berkemauan baja dan tenaga yang tak terbatas serta menyadari betapa sia-sianya melanjutkan perjuangan terhadap orang yang demikian itu. Dalam bulan September 1192 Masehi dibuatlah perjanjian perdamaian. Tentara Salib itu meninggalkan tanah suci dengan ransel dengan barang-barangnya kembali menuju Eropa.

"Berakhirlah dengan demikian serbuan tentara Salib itu" tulis Michaud "di mana gabungan pasukan pilihan dari Barat merebut kemenangan tidak lebih daripada kejatuhan kota Akkra dan kehancuran kota Askalon. Dalam pertempuran itu Jerman kehilangan seorang kaisarnya yang besar beserta kehancuran tentara pilihannya. Lebih dari enam ratus ribu orang pasukan Salib mendarat di depan kota Akkra dan yang kembali pulang ke negerinya tidak lebih dari seratus ribu orang. Dapatlah dipahami mengapa Eropa dengan penuh kesedihan menerima hasil perjuangan tentara Salib itu, oleh karena yang turut dalam pertempuran terakhir adalah tentara pilihan. Bunga kesatria Barat yang menjadi kebanggaan Eropa telah turut dalam pertempuran ini.

Sultan Shalahuddin mengakhiri sisa-sisa hidupnya dengan kegiatan-kegiatan bagi kesejahteraan masyarakat dengan membangun rumah sakit, sekolah-sekolah, perguruan-perguruan tinggi serta masjid-masjid di seluruh daerah yang diperintahnya.

Tetapi sayang, dia tidaklah ditakdirkan untuk lama merasakan nikmat perdamaian. Beberapa bulan kemudian dia pulang ke rahmatullah pada tanggal 4 Maret tahun 1193. "Hari itu merupakan hari musibah besar, yang belum pernah dirasakan oleh dunia Islam dan kaum Muslimin, semenjak mereka kehilangan Khulafa Ar-Rasyidin" demikian tulis seorang penulis Islam. Kalangan Istana seluruh daerah kerajaan berikut seluruh umat Islam tenggelam dalam lautan duka nestapa. Seluruh isi kota mengikuti usungan jenazahnya ke kuburan dengan penuh kesedihan dan tangisan.

Demikianlah berakhirnya kehidupan Sultan Shalahuddin, seorang raja yang sangat dalam perikemanusiaannya dan tak ada tolok bandingannya, jiwa kepahlawanan yang dimilikinya dalam sejarah kemanusiaan. Dalam pribadinya, Allah telah melimpahkan hati seorang Muslim yang penuh kasih sayang terhadap kemanusiaan dicampur dengan sangat harmonis dengan keperkasaan seorang genius dalam medan pertempuran. Utusan yang menyampaikan berita kematiannnya itu ke Baghdad membawa serta baju perangnya, kudanya, uang sebanyak satu dinar dan 36 dirham sebagai milik pribadinya yang masih ketinggalan. Orang yang hidup satu zaman dengannya, serta segenap ahli sejarah sama sependapat bahwa Sultan Shalahuddin adalah seorang yang sangat lemah lembut hatinya, ramah tamah, sabar, seorang sahabat yang baik dari kaum cendekiawan dan golongan ulama yang diperlakukannya dengan rasa hormat yang mendalam serta dengan penuh kebajikan. "Di Eropa" tulis Philip K Hitti, dia telah menyentuh alam khayalan para penyanyi maupun para penulis novel zaman sekarang, dan masih tetap dinilai sebagai suri teladan kaum kesatria.

Semoga Allah melapangkan kuburnya.

Disarikan dari:

1. Shalahuddin al-Ayyubi, oleh Kwaja Jamil Ahmad (Lihat: Suara Masjid No. 91, Jumadil Akhir-Rajab 1402 H/April 1982 M)

2. The Preaching of Islam, oleh Thomas W. Arnold.

Selasa, 25 Agustus 2009

AYAT -AYAT REZEKI

Terdapat sekurangnya 10 macam kiat pembuka pintu rezeki dan tidak salah kiranya jika kita mencoba meraihnya. Sedangkan dalil penunjukannya baik berupa ayat Al-Qur’an maupun dari hadist-hadist Nabawi.
Sengaja saya hanya mencantumkan dalil saja tanpa memberi penjelasan lebih jauh dan selanjutnya teman-teman sendiri yang harus sibuk mencarinya, jika ingin mengetahui lebih jauh, baik membaca, bertanya kepada ustadz terdekat, datang ke majelis taklim dan lain sebagainya. Apakah salah kita mencari rezeki dengan cara seperti yang ditunjukan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi? Tidak! Silahkan saja karena Al-Qur’an milik kita, dan pencarian rezeki ini ditunjukan oleh Allah dan Nabi Saw.
Kiat memperolehnya antara lain:

1. Istighfar dan Taubat

Maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)

Hasan al-Bashri salah seorang pemuka di kalangan tabi’in selalu menganjurkan banyak istighfar kepada siapa saja yang datang kepadanya ketika mengadu tentang gagal panen, sulit rezeki, sulit mendapatkan keturunan, dan sawah ladang yang tidak produktif. (Tafsir Qurthubi)

2. Takwa

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

“Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (QS. Al-A’raf: 96)

3. Tawwakal

“Sungguh, seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenarnya, niscaya kalian diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung. Mereka berangkat pagi hari dalam keadaan lapa, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibn Mubarak, Hakim, Musnad asy-Syihab. Sanadny disahihkan oleh Ahmad Syakir dan Al-Albani)

4. Taat dan Beribadah Sebaik-baiknya

“Sesungguhnya Allah berfirman, “ Wahai anak Adam, beribadahlah sepenuhnya kepada-KU, niscaya Aku penuhi di dalam dada dengan kekayaan dan semua kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan (tidak taat) Aku penuhi dengan kesibukan dan tidak Aku penuhi kebuthanmu (tidak ada hasilnya semua usaha).” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim dari Abu Hurairah. Al-Albani mensahihkannya)

5. Melaksanakan Haji dan Umrah

Pertanyaan ini sering ditujukan pada saya baik para jamaah yang saya bimbing ketika haji atau umrah, “Apakah haji dan umrah ini akan mendatangkan rezeki?"
Inilah dalilnya:

“Lanjutkan haji dan umrah karena sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa. Sebagaimana api dapat menghilangkan karat, emas dan perak. Dan tidak ada pahala haji mabrur kecuali surga.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Nasai, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban. Syeikh Ahmad Syakir mengatakan sanadnya sahih, Al-Albani mengatakan hasan sahih sedangkan Syeikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan hasan)

6. Silaturahmi

“Siapa saja yang suka agar rezekinya luas, dipanjangkan umurrnya, maka hendaklah ia menperbanyak silaturahmi.” (HR. Bukhari)

Maksud dari dipanjangkan umur dalam hadist ini adalah berkah umur menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Fathul Barri.

“Belajarlan tentang nasab (garis keturunan) sehingga kalian bias menyambung silaturhami. Karena sungguh silaturahmi itu adalah (salah satu cara) menimbulkan kasih saying antara keluarga, (sebab) luasnya rezeki dan bertambah usia (berkah umur).” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Hakim. Syaikh Ahmad Syakir dan Al-Albani mensahihkannya)


7. Sedekah dan Infak

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba: 39)

“Allah Tabaraka wa Ta’ala mengatakan: Wahai anak Adam, berinfaklah, niscaya Aku memberi rezeki kepada kamu.” (HR. Muslim

8. Membiayai Pelajar Yang Sedang Menuntut Ilmu Islam

“ Dahulu ada dua orang bersuadara pada masa Rasulullah Saw. Salah seorangnya pernah datang kepada Nabi Saw (untuk belajar ilmu agama), sedangkan saudara yang lainya bekerja, Lalu saudara yang bekerja itu pernah mengadu (mengadukan bahwa saudaranya itu tidak mau membatunya dalam kerjaannya) kepada Nabi, dan beliau bersabda,” Mudah-mudahan engkau diberi rezeki sebab itu.” (HR. Tirmidzi, dan Hakim. Syaikh Albani mensahihkannya)

9. Menolong dan Membantu Orang Miskin

Dalam sahih Bukhari dikisahkan bahwa Sa’ad merasa dirinya memiliki kelebihan dari pada yang lain. Kemudian Rasulllah Saw bersabda:
“Bukankah kalian ditolong dan diberi rezeki lantaran orang-orang miskin?”

“Carilah keridhaanku melalui orang-orang miskin diantara kalian. Karena sungguh kalian diberi rezeki dan ditolong karena sebab orang miskin diantara kalian.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmizi, dan Hakim. Disahikan oleh Albani

10. Hijrah Di Jalan Allah

Makna hijrah selain dari kata asalnya mencakup banyak arti. Diantaranya menurut Rasyid Ridha adalah menolong sesama Muslim agar tidak terjerat oleh hasutan agama lain agar masuk ke agama mereka. Dan tentunya bantuan ini sangat berharga bila berbentuk dana untuk pendidikan mereka, makanan, obat-obatan dan lainnya.

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang Luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa: 100)

Semoga bermanfaat

sumber : Kang Ackmanz

Minggu, 23 Agustus 2009

PRINSIP BERINTERAKSI AL QUR'AN DI BULAN RAMADHAN

"Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.." (QS Al-Baqarah 2:185)

Berdasarkan firman Allah tersebut di atas, selain sebagai bulan puasa, syahrul shiyam, Ramadhan juga merupakan syahrul Quran.

Maka bukti bahwa kita telah menjadikan Ramadhan sebagai Syahrul Quran apabila kita telah melaksanakan semua prinsip yang ada di dalam petunjuk pelaksanaan berinteraksi dengan Al Quran sesuai dengan petunjuk Rasulullah SAW.

Karakter-karakter dalam berinteraksi dengan Al Quran supaya maksimal hubungan kita dengan Al Quran dalam bulan Ramadhan dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah sebagai berikut.

Pertama, adanya penyibukan diri dengan Quran.

Dalam sebuah hadits qudsi diriwayatkan, Allah SWT telah berfirman, ”Barangsiapa yang disibukkan dengan Al Qur’an dan berdzikir kepada-Ku, hingga tidak sempat meminta kepada-Ku, maka aku akan memberikan apa yang terbaik yang Aku berikan kepada orang-orang yang meminta. Dan keutamaan firman Allah atas perkataan makhluk-Nya adalah seperti keutamaan Allah atas semua makhluknya.” (HR. Turmudzi)

Dalam hadits ini kita menggarisbawahi kata disibukkan. Kata disibukkan di sini menunjukkan bahwa di antara interaksi kita dengan Al Quran adalah penyibukan diri kita dengan Al Quran. Penyibukan itu berarti kita bersedia untuk menjadikan sebagian besar waktu kita untuk Al Quran, maupun tetap memperhatikan keseimbangan dengan kegiatan lain dengan untuk Al Quran, sehingga kita tetap berada dalam terminologi sibuk dengan Al Quran.

Maka tidak mungkin kita bisa sibuk dengan Al Quran kecuali bahwa kita harus bisa mewaspadai waktu-waktu kita agar jangan sampai tersedot oleh hal-hal lain, jangankan yang maksiat, bahkan yang mubah pun harus diwaspadai jangan sampai terjadi berlebihan, seperti tidur. Tidur itu mubah, tapi karena ini Ramadhan, maka harus diwaspadai, jangan sampai waktu kita tersedot untuk tidur yang berlebihan, sehingga kita bukannya sibuk dengan Quran, tapi sibuk dengan tidur, atau hal mubah lainnya seperti televisi dan seterusnya.

Mereka yang sudah berhasil menyibukkan diri dengan Al Quran, bukan berarti kemudian akan kehilangan kesempatan-kesempatan bagian dari kehidupan dunia ini. Mereka tetap orang yang dapat hidup secara normal, secara standar, tanpa harus menghilangkan kesempatan-kesempatan kehidupan duniawi ini.

Maka tidaklah orang yang meyibukkan dengan Al Quran, melainkan dijanjikan, ”Aku berikan kepadamu dengan pemberian yang lebih baik daripada yang diberikan kepada orang-orang yang berdoa.”

Jadi dengan "sibuk dengan Al Quran" itu, seseorang akan mendapatkan semua yang didapatkan oleh orang beriman pada umumnya. Karena ketika bersama Al Quran, otomatis kita beritighfar, otomatis kita minta surga, otomatis kita bertasbih, bertahlil, semua bentuk permintaan kita kepada Allah ada di dalam Al Quran ini. Otomatis generasi kita generasi yang baik, karena ketika sampai di Al Furqon kita pasti membaca Robbanaa hablanaa min azwaajina wa dzurriyyatina qurrota a’yun, dan seterusnya.

Kalau kita mengambil pelajaran umat Islam terdahulu, mungkin orang sekarang akan menilai ”sibuk dengan Al Quran” yang ekstrim, karena hampir memutus semua kebiasaan yang ada.

Kalau masyarakat Islam terdahulu, bahkan para ulama sampai memutus sementara hubungan dengan masyarakat, jadi tidak ada lagi yang mengajar hadits, fikih, tafsir. Semua ulama libur mengajar, Ramadhan khusus untuk menyibukkan diri.

Tapi kalau hal ini kurang cocok di negeri ini, karena masyarakat ini di luar Ramadhan saja tidak mau mengaji, nah, kalau para ustadznya memutus pengajian selama bulan Ramadhan, maka masyarakatnya tambah tidak bertemu lagi dengan pengajian. Karena masyarakat kita, baru mau mengaji begitu Ramadhan.

Kita juga dapat mengambil hikmah dari bagaimana ”sibuk dengan Al Quran”-nya Imam Asy-Syafii yang sepanjang hari selalu selesai sekali khatam, terlepas catatan-catatan yang ada, atau benar atau tidaknya.

Hal itu menjadi bukti bahwa dalam hidup kita harus ada ”sibuk dengan Al Quran”, sehingga ketika di luar Ramadhan belum bisa ”sibuk dengan Al Quran”, maka di Ramadhan inilah kesempatan untuk menyibukkan diri dengan Al Quran.

Walaupun untuk sebuah proses pendidikan bisa jadi setiap kita memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Misalkan bagi yang sangat sibuk, bisa khatam satu kali dalam bulan Ramadhan itu sudah prestasi yang bagus sekali.

Sedangkan bagi yang pernah bisa khatam satu kali selama Ramadhan, sesungguhnya punya kemampuan untuk dua kali khatam, sehingga kemampuan ”sibuk dengan Al Quran"-nya meningkat. Bagi yang pernah 2 kali, maka sesungguhnya punya potensi untuk 3 kali khatam, dalam rangka ”sibuk dengan Al Quran”, dan seterusnya.

Secara standar untuk kehidupan yang masih manusiawi, sesungguhnya kita punya kekuatan untuk khatam Al Quran dalam Ramadhan itu kurang lebih sampai 10 kali. Kalau kita mau merintis, kemampuan ke sana sebenarnya ada, asal mau fokus. Buat 3 hari khatam, 3 hari khatam lagi, 3 hari khatam lagi dan seterusnya.

Untuk bisa mencapai hal itu, diperlukan fokus, dan kerjasama semua pihak, adanya keluarga di rumah yang saling mendukung. Serta diperlukan kemampuan baca yang sudah lancar, antara penglihatan dan pengucapan sudah cepat, bukan lihatnya kapan, bacanya kapan. Insya Allah bisa.

Pada akhirnya, disesuaikan pada setiap diri kita masing-masing, yang penting selalu ada peningkatan dari tahun ke tahun.

Kedua, al man-u, tercegah.

Rasulullah bersabda: ”Puasa dan Quran itu nanti di hari kiamat memintakan syafaat seseorang hamba. Puasa berkata: Ya Allah, aku telah mencegah dia memakan makanan dan menyalurkan syahwatnya di siang hari, maka berilah aku hak untuk memintakan syafaat baginya.

Dan berkata pula Al Quran: Ya Allah, aku telah mencegah dia tidur di malam hari (karena membacaku), maka berilah aku hak untuk memintakan syafaat baginya. Maka keduanya diberi hak untuk memintakan syafaat.” (HR. Ahmad, Hadits Hasan)

Kata ”mencegah” di sini, dimaksudkan mencegah tidur. Artinya, bilamana Al Quran itu mencegah kita untuk melakukan aktifitas-aktifitas mubah kita, khususnya tidur, khususnya lagi di waktu malam, serta aktifitas-aktifitas mubah yang lain. Mungkin tiap hari kita mempunyai jatah nonton tv, nonton berita, trus dialog, trus, tidak selesai-selesai. Untuk Ramadhan, sebaiknya stop dulu semua, tak ada tv dulu.

Maka di sini ada “mencegah”, sejauh mana Al Quran bisa mencegah berbagai aktifitas mubah kita, apalagi yang maksiat, maka waktu dan aktifitas kita difokuskan untuk al Quran. Sehingga Al Quran mencegah diri kita dari bersantai, dari lalai, melamun, hatta mengobrol. Semua waktu dan aktifitas menjadi sangat berarti karena Al Quran.

Ketiga, at takrir, penghargaan.

Rasulullah bersabda, "Tidak boleh hasad (iri) kecuali dalam dua perkara, yaitu: orang yang dikaruniai Allah Al-Qur'an lalu diamalkannya pada waktu malam dan siang, dan orang yang dikaruniai Allah harta lalu diinfakkannya pada waktu malam dan siang". (Hadits Muttafaq 'Alaih). Yang dimaksud hasad di sini yaitu mengharapkan seperti apa yang dimiliki orang lain.

Penghargaan ini tekait dengan perasaan dalam diri. Maka hadits tersebut merupakan dorongan dari Rasulullah agar setiap orang beriman punya perasaan tentang keagungan Al Quran di dalam dirinya, perasaan nilai yang sangat berarti.

Kalau menginginkan hal yang terkait dengan duniawi semua sudah bisa, lihat rumah bagus, pengen, mobil bagus, ingin. Nah, bagaimana kemudian dalam diri orang beriman bisa punya perasaan, keinginan, untuk merasakan nikmat Al Quran. Karena hanya dengan adanya keinginan ini, maka akan ada kompetisi, artinya kita akan merasa termotivasi ketika melihat orang lain lebih rajin dari diri kita.

Misalnya, ketika Ramadhan sudah tanggal 5, "Kamu sudah berapa juz?" Ketika melihat saudaranya sudah 15 juz, saya koq baru 5 juz. Maka dia termotivasi untuk lebih banyak lagi membaca Al Quran. Itu namanya at takrir, adanya perasaan penghargaan.

Bukan sebaliknya, dia malah mencari pembenaran terhadap dirinya, ”Kamu mah enak, ga punya bayi, saya sih punya.” Bayi jadi disalah-salahkan. Kalaupun tidak bisa sama, minimal berusaha miriplah, misal 7-8 juz. Saat tanggal 10 Ramadhan, kamu koq sudah khatam, saya baru 15 juz, ”Masak kalah sama saudara saya,” maka meningkatlah motivasinya untuk memperbanyak membaca Al Quran.

Jadi dengan sikap seperti itu, akan terasa bahwa pergaulan kita sebagaimana hadits yang diungkapkan Rasulullah, bahwa keberadaan orang beriman itu adalah bagaikan cermin bagi saudaranya, "Saya kalah jauh bacaan Quran dengan saudara saya, berarti saya kurang mujahadah."

Di balik mungkin kita dalam kondisi belum mampu, tapi kalau motivasinya bertambah, belum mampunya kita, pasti akan meningkat. Ibarat tadi dapatnya 5 juz, termotivasi jadi 7 juz. Peningkatan ini sangat mungkin terjadi kalau memiliki motivasi yang kuat.

Itulah tiga prinsip dalam berinteraksi dengan Al Quran agar terjadi interaksi yang maksimal selama bulan Ramadhan sesuai dengan taujih Robbani dalam Al Baqarah ayat 185 di atas. Sehingga tiap tahun tidak hanya terjadi interaksi yang rutin, dari dulu sampai sekarang, setiap kali ditanya tentang kegiatannya di bulan Ramadhan, "Biasa, baca Al Quran."

Nah, sekarang coba ditingkatkan, baca al Quran yang seperti apa? Kita ikuti petunjuk-petunjuk Rasulullah SAW, agar kemiripan interaksi kita seperti petunjuk Rasulullah, supaya lebih memperdekat dengan janji-janji Allah yang lain, ada janji syafaat, janji pembelaan, janji masuk surga sampai tingkat tertinggi dan seterusnya akan bisa kita raih, insya Allah.

Disarikan dari Kajian Tafsir Quran Selasa Pagi yang disampaikan ust Abdul Azis Abdur Rauf, Lc di Masjid Al Hikmah

Sabtu, 22 Agustus 2009

TEGUH DI JALAN DAKWAH

Kami selalu membangun dan berkemauan
Kami pasti akan mati tapi kami pantang hina
Kami punya tangan dan mau bekerja
Kami punya hari esok dan harapan
Dan Kami selamanya orang merdeka dan pantang menyerah

Tsabat bermakna teguh pendirian dan tegar dalam menghadapi ujian serta cobaan di jalan kebenaran. Dan tsabat bagai benteng bagi seorang kader. Ia sebagai daya tahan dan pantang menyerah. Ketahanan diri atas berbagai hal yang merintanginya. Hingga ia mendapatkan cita-citanya atau mati dalam keadaan mulia karena tetap konsisten di jalan-Nya. Dalam Majmu’atur Rasail, Imam Hasan Al Banna menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tsabat adalah orang yang senantiasa bekerja dan berjuang di jalan dakwah yang amat panjang sampai ia kembali kepada Allah SWT. dengan kemenangan, baik kemenangan di dunia ataupun mati syahid. “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah SWT. maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah janjinya”. (Al Ahzab: 23).

Sesungguhnya jalan hidup yang kita lalui ini adalah jalan yang tidak sederhana. Jauh, panjang dan penuh liku apalagi jalan dakwah yang kita tempuh saat ini. Ia jalan yang panjang dan ditaburi dengan halangan dan rintangan, rayuan dan godaan. Karena itu dakwah ini sangat memerlukan orang-orang yang memiliki muwashafat ‘ailiyah, yakni orang-orang yang berjiwa ikhlas, itqan dalam bekerja, berjuang dan beramal serta orang-orang yang tahan akan berbagai tekanan. Dengan modal itu mereka sampai pada harapan dan cita-citanya.

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yang bersabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. (Al Baqarah: 177).

Di samping itu, dakwah ini juga senantiasa menghadapi musuh-musuhnya di setiap masa dan zaman sesuai dengan kondisinya masing-masing. Tentu mereka sangat tidak menginginkan dakwah ini tumbuh dan berkembang. Sehingga mereka berupaya untuk memangkas pertumbuhan dakwah atau mematikannya. Sebab dengan tumbuhnya dakwah akan bertabrakan dengan kepentingan hidup mereka. Oleh karena itu dakwah ini membutuhkan pengembannya yang berjiwa teguh menghadapi perjalanan yang panjang dan penuh lika-liku serta musuh-musuhnya. Merekalah orang-orang yang mempunyai ketahanan daya juang yang kokoh.

Kita bisa melihat ketsabatan Rasulullah SAW. Ketika beliau mendapatkan tawaran menggiurkan untuk meninggalkan dakwah Islam tentunya dengan imbalan. Imbalan kekuasaan, kekayaan atau wanita. Tetapi dengan tegar beliau menampik dan berkata dengan ungkapan penuh keyakinannya kepada Allah SWT.

Demi Allah, wahai pamanku seandainya mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini. Niscaya tidak akan aku tinggalkan urusan ini sampai Allah SWT. memenangkan dakwah ini atau semuanya akan binasa’.

Demikian pula para sahabatnya ketika menjumpai ujian dan cobaan dakwah mereka tidak pernah bergeser sedikit pun langkah dan jiwanya. Malah semakin mantap komitmen mereka pada jalan Islam ini. Ka’ab bin Malik pernah ditawari Raja Ghassan untuk menetap di wilayahnya dan mendapatkan kedudukan yang menggiurkan. Tapi semua itu ditolaknya sebab hal itu justru akan menimbulkan mudarat yang jauh lebih besar lagi.

Kita dapat juga saksikan peristiwa yang menimpa umat Islam pada masa Khalifah Al Mu’tsahim Billah tentang fitnah dan ujian ‘khalqul Qur’an’. Imam Ahmad bin Hambal sangat tegar menghadapi ujian tersebut dengan tegas ia menyatakan bahwa Al Qur’an adalah kalamullah, bukan makhluk sebagaimana yang didoktrin oleh Khalifah. Dengan tuduhan sesat dan menyesatkan kaum muslimin Imam Ahmad bin Hambal menerima penjara dan hukum pukulan dan cambukan. Dengan ketsabatan beliau kaum muslimin terselamatkan aqidah mereka dari kesesatan.

Demikian pula kita merasakan ketegaran Imam Hasan Al Banna dalam menghadapi tribulasi dakwahnya. Ia terus bersabar dan bertahan. Meski akhirnya ia pun menemui Rabbnya dengan berondongan senjata api. Dan Sayyid Quthb yang menerima eksekusi mati dengan jiwa yang lapang lantaran aqidah dan menguatkan sikapnya berhadapan dengan tiang gantungan. Beliau dengan yakin menyatakan kepada saudara perempuannya, ‘Ya ukhtil karimah insya Allah naltaqi amama babil jannah. Duhai saudaraku semoga kita bisa berjumpa di depan pintu surga kelak’.

Namun memang tidak sedikit kader yang kendur daya tahannya. Ada yang berguguran karena tekanan materi. Tergoda oleh rayuan harta benda. Setelah mendapatkan mobil mewah, rumah megah dan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam rekeningnya. Membuat semangat dakwahnya luntur. Bahkan ia akhirnya sangat haus dan rakus pada harta benda duniawi yang fana itu. Dan ia jadikan harta benda itu sebagai tahannya. Ada pula yang rontok daya juangnya karena tekanan keluarga. Keluarganya menghendaki sikap hidup yang berbeda dengan nilai dakwah. Keluarganya ingin sebagai keluarga kebanyakan masyarakat yang sekuler. Dengan gaya dan stylenya, sikap dan perilakunya Sehingga ia pun mengikuti selera keluarganya. Ada juga yang tidak tahan karena tekanan politik yang sangat keras. Teror, ancaman, kekerasan, hukuman dan penjara selalu menghantui dirinya sehingga ia tidak tahan kemudian ia pun meninggalkan jalan dakwah ini.

Oleh karena itu sikap tsabat mesti berlandaskan keistiqamahan pada petunjuk Allah SWT. (Al Istiqamah alal Huda). Berpegang teguh pada ketaqwaan dan kebenaran hakiki, tidak mudah terbujuk oleh bisikan nafsu rendah dirinya sekalipun. Sehingga dirinya kukuh untuk memegang janji dan komitmen pada nilai-nilai kesucian. Ia tidak memiliki keinginan sedikit dan sekejap pun untuk menyimpang lalu mengikuti kecenderungan hina dan tipu muslihat setan durjana. Dan sikap ini harus terus di-ri’ayah dengan taujihat dan tarbawiyah sehingga tetap bersemayam dalam sanubari yang paling dalam. Dengan bekalan itu seorang kader dakwah dapat bertahan berada di jalan dakwah ini.

Melalui sikap teguh ini perjalanan panjang menjadi pendek. Perjalanan yang penuh onak dan duri tidak menjadi hambatan untuk meneruskan langkah-langkah panjangnya. Bahkan ia dapat melihat urgensinya sikap tsabat dalam dakwah. Adapun urgensi tsabat dalam mengemban amanah dakwah ini di antaranya:

1. Dalalah salamatil Manhaj (Bukti jalan hidup yang benar)

Jalan hidup ini sangat beragam. Ada jalan yang baik ada pula yang buruk. ada yang menyenangkan ada pula yang menyusahkan. Dan sikap tsabat menjadi bukti siapa-siapa yang benar jalan hidupnya. Mereka berani menghadapi jalan hidup bagaimanapun selama jalan itu menghantarkan pada kemuliaan meski harus merasakan kepahitan atau kesusahan.

Sikap tsabat ini melahirkan keberanian menghadapi realita hidup. Pantang menyesali kondisi diri apalagi menyalahkan keadaan. Ia tidak cengeng dan ngambekan karena beragam persoalan yang mengelutinya. Malah ia mampu mengendalikan permasalahan dan menemukan harapan besar untuk ia raih. Amatlah pantas perintah Allah SWT. pada orang beriman tatkala menghadapi musuh agar mengencangkan jiwa yang tegar dan konsisten pada keyakinannya. “Hai orang-orang yang beriman apabila kamu menghadapi satu pasukan maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”. (Al Anfal: 45). Dengan demikian mereka yang tsabat dalam jalan dakwah ini menjadi pilihan hidupnya. Lantaran ia tahu dan berani menerima kenyataan yang memang harus ia alami. Dan muncullah sikap sang ksatria yang gagah berani meniti jalan hidupnya bersama dakwah ini.

Pujangga termasyhur, Al Buhturi dalam baris syairnya ia mengungkapkan bahwa jiwa yang berani hidup dengan menghadapi resiko apapun dan tetap tegar berdiri di atas pijakannya adalah ‘nafsun tudhi’u wa himmatun tatawaqqadu, jiwa yang menerangi dan cita-cita yang menyala-nyala’. Sebab jiwa yang semacam itu menjadi bukti bahwa ia benar dalam mengarungi bahtera hidupnya.

2. Mir’atus Syakhshiyatil Mar’i (Cermin kepribadian seseorang)

Sikap tsabat membuat pemiliknya menjadi tenang. Dan ketenangan hati menimbulkan kepercayaan. Kepercayaan menjadi modal utama dalam berinteraksi dengan banyak kalangan. Karena itu sikap tsabat menjadi cermin kepribadian seorang muslim. Dan cermin itu berada pada bagaimana sikap dan jiwa seorang mukmin dalam menjalani arah hidupnya. juga bagaimana ia menyelesaikan masalah-masalahnya.

Semua orang sangat membutuhkan cermin untuk memperbaiki dirinya. Dari cermin kita dapat mengarahkan sikap salah kepada sikap yang benar. Dan cermin amat membantu untuk mempermudah menemukan kelemahan diri sehingga dengan cepat mudah diperbaikinya. Amatlah beruntung bagi diri kita masih banyak orang yang menjual cermin. Agar kita semakin mudah mematut diri. Karenanya, Rasulullah SAW. mendudukkan peran seorang mukmin bagi cermin bagi mukmin lainnya. Karenanya seorang ulama memberi hadiah pada kawannya yang diberi amanah kepemimpinan sebuah cermin antik yang besar. Rupanya hadiah itu membuat sang teman ini menangis dan menginsafi diri. Lalu memahami betul bahwa hadiah cermin antik tersebut bukan untuk pajangan rumahnya melainkan sebagai upaya nasihat. Nasihat yang tulus dari ulama shalih bijak untuk mengingatkan temannya agar dapat memperbaiki diri dalam mengemban amanah kepemimpinannya.

Dan sikap tsabat adalah cermin bagi setiap mukmin. Karena tsabat dapat menjadi mesin penggerak jiwa-jiwa yang rapuh. Ia dapat mengokohkannya. Tidak sedikit orang yang jiwa mati hidup kembali lantaran mendapatkan energi dari ketsabatan seseorang. Ia bagai inspirasi yang mengalirkan udara segar terhadap jiwa yang limbung menghadapi segala kepahitan. Seorang ulama mengingatkan kita, ‘berapa banyak orang yang jiwa mati menjadi hidup dan jiwa yang hidup menjadi layu karena daya tahan yang dimiliki seseorang‘. Dan di situlah fungsi dan peran tsabat.

3. Dharibatut Thariq ilal Majdi war Rif’ah (upaya untuk menuju kesuksesan dan kejayaan)

Setiap kesuksesan dan kejayaan memerlukan sikap tsabat. Istiqamah dalam mengarungi aneka ragam bentuk kehidupan. Tentu tidak akan ada kesuksesan dan kejayaan secara cuma-cuma. Ia hanya akan dapat dicapai manakala kita memiliki pra syaratnya. Yakni sikap tetap istiqamah menjalani hidup ini. Tidak neko-neko. Seorang murabbi mengingatkan binaannya dengan mengatakan, ‘Peliharalah keteguhan hatimu, karena ia bentengmu yang sesungguhnya. Barang siapa yang memperkokoh bentengnya niscaya ia tidak akan goyah oleh badai sekencang apapun. Dan ini menjadi pengamanmu’. Begitulah nasihat banyak ulama kita yang mengingatkan agar kita berupaya secara maksimal mengokohkan kekuatan hati dan keteguhan jiwa agar mendapatkan cita-cita kita.

Juga terhadap jalan dakwah. Kegemilangan jalan suci ini hanya dapat diraih dari sikap konsisten terhadap prinsip dakwah ini. Yang tidak mudah bergeser karena tarikan-tarikan kepentingan yang mengarah pada kecenderungan duniawiyah. Tanpa sikap tsabat, pelaku dakwah ini akan terseret pada putaran kehancuran dan kerugian dunia dan akhirat. “Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami. Dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat hatimu niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. Kalau terjadi demikian benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu siksaan berlipat ganda di dunia ini dan begitu pula siksaan berlipat pula sesudah mati dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami”. ( Al Isra’: 73 – 75). Sikap ini menjadi daya tahan terhadap bantingan apapun dan dari sanalah ia mencapai kejayaannya. Sebagaimana yang diingatkan Rasulullah SAW. pada Khabab bin Al ‘Arts agar tetap bersabar dan berjiwa tegar menghadapi ujian dakwah ini bukan dengan sikap yang tergesa-gesa. Apalagi dengan sikap yang menginginkan jalan dakwah ini tanpa hambatan dan sumbatan.

4. Thariqun litahqiqil Ahdaf (Jalan untuk mencapai sasaran)

Untuk mencapai sasaran hidup yang dikehendaki tidak ada jalan lain kecuali dengan bermodal tsabat. Teguh meniti jalan yang sedang dilaluinya. Meski perlahan-lahan. ‘alon-alon asal kelakon’. Tidak tertarik untuk zig-zag sedikit pun atau sesekali. Melainkan mereka lakukan terus-menerus meniti jalannya dengan sikap tetap istiqamah. Bahkan dalam dunia fabel dikisahkan kura-kura dapat mengalahkan kancil mencapai suatu tempat. Kura-kura meski jalan pelan-pelan namun akhirnya menghantarkan dirinya pada tempat yang dituju.

Imam ‘Athaillah As Sakandary menasihatkan muridnya untuk selalu tekun dalam berbuat agar meraih harapannya dan tidak cepat lelah atau putus asa untuk mendapatkan hasilnya. ‘Barang siapa yang menggali sumur lalu berpindah pada tempat yang lain untuk menggali lagi dan seterusnya berpindah lagi maka selamanya ia tidak akan menemukan air dari lubang yang ia gali. Tapi bila kamu telah menggali lubang galilah terus hingga kamu dapatkan air darinya meski amat melelahkan’ (Kitab Tajul ‘Arus). Karenanya ketekunan dan ketelatenan menjadi alat bantu untuk mencapai cita-cita dan harapan yang dikehendakinya. Dan kedua hal itu merupakan pancaran sikap tsabat seseorang.

Tsabat meliputi beberapa aspek yakni: Pertama, Tsabat Ala dinillah, teguh terhadap agama Allah SWT. Keteguhan pada masalah ini dengan tidak menanggalkan agama ini dari dirinya walaupun kematian menjadi ancamannya. Sebagaimana wasiat yang selalu dikumandangkan oleh Khatib Jum’at agar senantiasa menjaga keimanan dan ketaqwaan sehingga mati dalam keadaan muslim. Ini pula yang menjadi wasiat para Nabi kepada keturunannya. “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya. Demikian pula Ya’kub. ‘Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu. Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. ( Al Baqarah: 132).

Wasiat ini untuk menjadi warning pada kaum muslimin agar tetap memelihara imannya. Jangan mudah tergiur oleh kesenangan dunia lalu mengganti keyakinannya dengan yang lain. Menjual agamanya dengan harga mie instan atau sembako. Atau menukar prinsip hidupnya dengan kemolekan tubuh wanita. Atau ia mau mengganti aqidahnya dengan lowongan kerja dan karirnya. Na’udzu billahi min dzalik.

Kedua, Tsabat Alal Iltizam bidinillah, Tetap komitmen pada ajaran Allah SWT. baik dalam ketaatan maupun saat harus menerima kenyataan hidup. Ia tidak mengeluh atas apa yang menimpa dirinya. Ia tegar menghadapinya. Bangunan komitmennya tidak pernah pudar oleh kenyataan pahit yang dirasakannya. Keluhan dan penyesalan bukanlah solusi. Malah menambah beban hidup. Oleh karena itu keteguhan dan kesabaran menjadi modal untuk menyikapi seluruh permasalahannya. Rasulullah SAW. Bersabda: ‘As Shabr fihim ala dinihi kal qabidh alal jumari’.

Mereka yang menjaga komitmennya pada ajaran Allah senantiasa memandang bahwa apa saja yang diberikan-Nya adalah sesuatu yang baik bagi dirinya. Persepsi ini tidak akan membuat goyah menghadapi pengamalan pahit segetir apapun. Dan sangat mungkin merubahnya menjadi kenangan manis yang patut diabadikan dalam kumpulan album kehidupannya. Sebab segala pengalaman pahit bila mampu diatasi dengan sikap tegar maka ia menjadi bahan nostalgia yang amat mahal.

Ketiga, Tsabat Ala Mabda’ id Dakwah, teguh pada prinsip dakwah yang menjadi rambu-rambu dalam memberikan khidmatnya pada tugas agung ini. Memprioritaskan dakwah atas aktivitas lainnya sehingga dapat memberikan kontribusinya di jalan ini. Tanpa kenal lelah dan henti. Ia selalu terdepan pada pembelaan dakwah. Walau harus menderita karena sikapnya. Ketenangan dan kegusaran hatinya selalu dikaitkan dengan nasib dakwah. Ia tidak akan merasa nyaman bila dakwah dalam ancaman. Karena itu ia berupaya untuk selalu disiplin pada prinsip dakwah ini. Bergeser dari prinsip ini berakibat fatal bagi dakwah dan masa depan umat. Perhatikanlah peristiwa Uhud, Bir Ma’unah dan lainnya. Peristiwa yang amat memilukan dalam sejarah dakwah tersebut di antaranya disebabkan oleh ketidakdisiplinan kader pada prinsip dan rambu dakwah.

5. Izzatu Junudid Da’wah (harga diri seorang kader dakwah)

Saat ini kita memasuki era di mana tantangan dan peluang sama-sama terbuka. Dapat binasa lantaran tidak tahan menghadapi tantangan atau ia berjaya karena mampu membuka pintu peluang seluas-luasnya. Karena itu kita dituntut untuk bersikap tsabat dalam kondisi dan situasi apapun. Senang maupun susah, sempit ataupun lapang. Tidak pernah tergoda oleh bisikan-bisikan kemewahan dan kegemerlapan lalu tertarik padanya dan lari dari jalan dakwah.

Tsabat tidak mengenal waktu dan tempat, dimana pun dan kapan pun. Kita tetap harus mengusung misi dan visi dakwah kita yang suci ini. Untuk menyelamatkan umat manusia dari kehinaan dan kemudaratan. Dengan jiwa tsabat ini kader dakwah memiliki harga diri di mata Allah SWT. maupun di mata musuh-musuhnya. Melalui sikap ini seorang kader lebih istimewa dari pada kebanyakan orang. Dan ia menjadi citra yang tak ternilai harganya.

Imam Hasan Al Banna menegaskan, ‘janganlah kamu merasa kecil diri, lalu kamu samakan dirimu dengan orang lain. Atau kamu tempuh dalam dakwah ini jalan yang bukan jalan kaum mukminin. Atau kamu bandingkan dakwahmu yang cahayanya diambil dari cahaya Allah dan manhajnya diserap dari sunnah Rasul-Nya dengan dakwah-dakwah lainnya yang terbentuk oleh berbagai kepentingan lalu bubar begitu saja dengan berlalunya waktu dan terjadinya berbagai peristiwa. Kuncinya adalah Tsabat dalam jalan dakwah ini’. Kalau begitu bagaimana bangunan tsabat yang kita miliki?. Wallahu ‘alam bishshawwab.

“Duhai pemilik hati, wahai pembolak balik jiwa, teguhkanlah hati dan jiwa kami untuk senantiasa berpegang teguh pada agama-Mu dan ketaatan di jalan-Mu”.

Oleh: Drs. DH Al Yusni, dakwatuna


8 Kemuliaan Ramadhan


Rasulullah saw. memberikan sambutannya menjelang Bulan Suci Ramadhan. “Wahai segenap manusia, telah datang kepada kalian bulan yang agung penuh berkah bulan yang di dalamnya terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasa di siang harinya sebagai kewajiban, dan qiyam di malam harinya sebagai sunnah. Barangsiapa menunaikan ibadah yang difardukan, maka pekerjaan itu setara dengan orang mengerjakan 70 kewajiban.

Ramadhan merupakan bulan kesabaran dan balasan kesabaran adalah surga. Ramadhan merupakan bulan santunan, bulan yang dimana Allah melapangkan rezeki setiap hamba-Nya. Barangsiapa yang memberikan hidangan berbuka puasa bagi orang yang berpuasa, maka akan diampuni dosanya, dan dibebaskan dari belenggu neraka, serta mendapatkan pahala setimpal dengan orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahala orang berpuasa tersebut.” (HR Khuzaimah)

Sambutan Nabi Muhammad saw. ini merupakan teladan bagi umatnya dalam menghadapi datangnya Bulan Ramadhan. Sambutan hangat penuh kegembiraan yang Beliau sampaikan menunjukkan perlunya tarhib Ramadhan seperti khutbah Nabi ini ditradisikan kaum muslimin. Jika ada satu momen dimana kepala negara menyampaikan pidatonya tentulah momen tersebut bukan momen biasa. Itu sebuah program superpenting dengan momen paling istimewa. Demikian pula dengan bulan Ramadhan yang penuh dengan keunggulan dan kemuliaan.

Dari hadits tersebut, Nabi kita menyebutkan 8 keistimewaan Ramadhan dibandingkan bulan-bulan lainnya, yaitu:

1. Syahrun Azhim (Bulan Yang Agung)

Azhim adalah nama dan sifat Allah Ta’ala. Namun juga digunakan untuk menunjukkan kekaguman terhadap kebesaran dan kemuliaan sesuatu. Sesuatu yang diagungkan Nabi tentulah memiliki nilai yang jauh lebih besar dan sangat mulia dengan sesuatu yang diagungkan oleh manusia biasa. Alasan mengagungkan bulan Ramadhan adalah karena Allah juga mengagungkan bulan ini. Firman Allah, “Waman yu’azhim sya’iirillah fa-innahha mintaqwal quluub, barangsiapa mengagungkan syiar-syiar agama Allah, maka itu datang dari hati yang bertakwa.”

Diagungkan Allah karena pada bulan inilah Allah mewajibkan puasa sebagai salah satu dari lima rukun Islam. Allah Yang Maha Pemurah Penyayang menetapkan dan mensucikan bulan ini kemudian memberikan segala kemurahan, kasih sayang, dan kemudahan bagi hamba-hamba yang ingin mendekatkan diri kepada-Nya.

2. Syahrul Mubarak

Bulan ini penuh berkah, berdayaguna dan berhasil guna, bermanfaat secara maksimal. Detik demi detik di Bulan Suci ini bagaikan rangkaian berlian yang sangat berharga bagi orang beriman. Pasalnya semua perbuatan kita di saat berpuasa menjadi ibadah berpahala yang balasannya langsung dari Allah. Amal baik sekecil apapun nilainya
dilipatgandakan sehingga kita menjadi puas dalam melakukannya.

Keberkahan Ramadhan oleh Nabi kita secara garis besar dibagi 3, yaitu 10 malam periode pertama penuh rahmat Allah, 10 berikutnya diisi dengan ampunan (maghfirah), sedangkan di 10 malam terakhir merupakan pembebas manusia dari api neraka. Keberkahan yang Allah berikan ini akan optimal jika kita mengelola waktu pendekatan diri kepada Allah sebagaimana arahan Rasulullah saw.

3. Syahru Nuzulil Qur’an

Allah mengistimewakan Ramadhan sekaligus menyediakan target terbesar, yaitu menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup. Simaklah firman Allah dalam rangkaian ayat puasa, “Bulan Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan bagi petunjuk, dan furqan
(pembeda).” (Al-Baqarah: 185)

Ayat di atas menjelaskan bahwa target utama amaliyah Ramadhan membentuk insan takwa yang menjadikan Kitabullah sebagai manhajul hayat (pedoman hidup). Dapat dikatakan bahwa Ramadhan tidak dapat dipisahkan dengan Al-Qur’an. Rasulullah saw. mendapatkan wahyu pertama pada bulan Ramadhan dan di setiap bulan Ramadhan Malaikat Jibril datang sampai dua kali untuk menguji hafalan dan pemahaman Rasulullah saw. terhadap Al-Qur’an. Bagi ummat Muhammad, ada jaminan bahwa Al-Qur’an kembali nuzul ke dalam jiwa mereka manakala mengikuti program Ramadhan dengan benar.

4. Syahrus Shiyam

Pada Bulan Ramadhan dari awal hingga akhir kita menegakkan satu dari 5 rukun (tiang) Islam yang sangat penting, yaitu shaum (puasa). Kewajiban puasa sebagaimana kewajiban ibadah shalat 5 waktu. Maka sebulan penuh seorang muslim mengkonsentrasikan diri untuk ibadah sebagaimana dia mendirikan shalat Subuh atau Maghrib yang memakan waktu beberapa menit saja. Puasa Ramadhan dilakukan tiap hari dari terbit fajar hingga terbenam matahari (Magrib). Tidak cukup menilai dari yang membatalkannya seperti makan dan minum atau berhubungan suami-istri di siang hari saja, tetapi wajib membangun akhlaqul karimah, meninggalkan perbuatan maksiat dan yang makruh (yang dibenci Allah).

5. Syahrul Qiyam

Bulan Ramadhan menggairahkan umat Islam untuk menjalankan amalan orang-orang saleh seperti sholat tahajjud dan membaca Al-Qur’an dengan benar di dalam shalat malamnya. Di Bulan Ramadhan Kitabullah mengisyaratkan bahwa untuk mendapatkan ketinggian derajatnya setiap mukmin sangat dianjurkan shalat tarawih dan witir agar di luar Ramadhan dia bisa terbiasa mengamalkan qiyamullail.

6. Syahrus Sabr (bulan sabar)

Bulan Ramadhan melatih jiwa muslim untuk senantiasa sabar tidak mengeluh dan tahan uji. Sabar adalah kekuatan jiwa dari segala bentuk kelemahan mental, spiritual dan operasional. Orang bersabar akan bersama Allah sedangkan balasan orang-orang yang sabar adalah surga.

Sabar lahir bersama dengan segala bentuk kerja besar yang beresiko seperti dalam dakwah dan jihad fi sabilillah. Ramadhan melatih muslim beramal islami dalam berjamaah untuk meninggikan kalimat Allah.

7. Syahrul Musawwah (Bulan Santunan)

Ramadhan menjadi bulan santunan manakala orang-orang beriman sadar sepenuhnya bahwa puasanya mendidik mereka untuk memiliki empati kepada fakir miskin karena merasakan lapar dan haus sebagaimana yang mereka rasakan. Karena itu kaum muslimin selayaknya menjadi pemurah dan dermawan. Memberi dan berbagi harus menjadi watak yang ditanamkan.

Segala amal yang berkaitan dengan amwal (harta) seperti zakat fitrah sedekah, infak, wakaf, dan sebagainya, bahkan zakat harta pun sebaiknya dilakukan di bulan yang mulia ini. Memberi meskipun kecil, bernilai besar di sisi Allah. Siapa yang memberi makan minum pada orang yang berpuasa meskipun hanya seteguk air, berpahala puasa seperti yang diperoleh orang yang berpuasa.

8. Syahrul Yuzdaadu fiihi Rizqul Mu’min

Bulan ini rezeki orang-orang beriman bertambah karena segala kemudahan dibuka oleh Allah seluas-luasnya. Para pedagang akan beruntung, orang yang jadi pegawai dapat kelebihan pendapatan dan sebagainya. Namun rezeki terbesar adalah hidayah Allah kemudian hikmah dan ilmu yang begitu mudah diperoleh di bulan mulia ini.

sumber : Oleh Aus Hidayat, dakwatuna.com



Senin, 17 Agustus 2009

MEMAKNAI KEMERDEKAAN


Tujuh Belas Agustus tahun 45
Itulah Hari Kemerdekaan Kita

Hari Merdeka, Nusa dan Bangsa

Hari lahirnya Bangsa Indonesia
Merdeka


Sekali Merdeka tetap Merdeka
Selamat Hayat Masih dikandung Badan

.......

Lagu gubahan H. Mutahar selalu terngiang ditelinga kita saat 17 Agustus seperti hari ini. Anak-anak dengan semangat mengumandangkan lagu heroik itu.
Bahkan dalam diskusi facebook maupun diberbagai tempat kata Merdeka
mewarnai seluruh status dan tema diskusi. Namun ada satu permasalahan besar
yang sepertinya menjadi pertanyaan yang selalau tak terjawab,
"Apakah kita memang sudah Merdeka ?" pertanyaan yang
mengelitik saya untuk menulusuri dan menelaah kembali
makna serta hakekat Merdeka.
Tulisan dibawah ini menarik untuk ditelaah.

Merdeka mempunyai beberapa pengertian. Mengikut Kamus Dewan (hlm 883), mercleka bermakna " bebas daripacla penjajahan, kurungan, naungan dan lain-lain, lepas claripacla (tebusan, tuntutan, berdiri sendiri, ticlak bergantung kepacla orang lain ). Al-Quran juga mengaitkan kemerdekaan dengan konsep istiqlal danal-Hurriyyah. Istiqlal membawa makna kemerdekaan, berdaulat, mengangkat, meninggi, menjayakan clan meneruskan sesuatu. Manakala al-Hurriyyah bermaksud kebebasan iaitu bebas claripada nafsu yang jahat.

Firman Allah S.W.T. dalam surah an-Nasr bermaksud;
"Apabila datang pertolongan Allah dan kemenangan (semasa engkau Muhammad berjaya menguasai nege.ri Mekah). Dan engkau melihat manusia masuk dalam agama Allah beramai-ramai. Maka ucapkanlah tasbih dengan memuji Tuhanmu dan mintalah ampun kepada-Nya, sesungguhnya Ia sangat-sangat menerima taubat "
(Surah an-Nasr: 1-4)

Definisi dan maksud al-Quran di atas memberikan kita makna kemerdekaan dan kebebasan dalam ertikata yang luas. Kemerdekaan tidak sekadar pembebasan diri daripacla belenggu penjajahan secara fizikal tetapi mengangkat diri sebagai manusia atau umat yang bermaruah dan ada harga diri. Kemerdekaan Mekah daripada belenggu jahiliyyah adalah lambang kemerdekaan antara yang hak dengan yang batil, antara jahiliyah dengan fitrah, antara asas syirik kepacla asas tauhid. Titik-tolak kemerdekaan Mekah memberi kesan yang amat bermakna kepada umat manusia.

Oleh itu, kemerdekaan dalam fahaman Islam memberikan fokus kepada kemerdekaan akidah kerana menghayati akidah tauhid memberikan tunjangan tentang hubungan manusia dengan Pencipta dan hubungan manusia sesama manusia. Hubungan manusia dengan Allah S.W.T. adalah sumber kemerdekaan yang sebenar dan hubungan manusia sesama manusia meletakkan hak individu, keluarga, masyarakat dan negara berada dalam keduclukan yang baik dan menyumbang.

Sumber kemerdekaan dengan Allah S.W.T. ialah keimanan dan ketakwaan yang meletakkan manusia dalam batas hamba dan khalifah. Hak individu dalam konteks Islam meletakkan asas kebebasan bersuara, beraktiviti dan bermasyarakat, asal saja ia ticlak melanggar hak orang lain. Hak keluarga ialah tanggungjawab ibu bapa memerdekakan anak-anaknya claripada kejahilan dan menjaclikan diri sebagai contoh atau qudwah supaya anak-anak menjadi orang yang cemerlang dan mampu menyumbang. Hak masyarakat ialah bagaimana potensi dan kelebihan yang ada pada seseorang tidak saja menjadi miliknya tetapi juga menj adi milik masyarakat. Hak negara ialah b agaimana kehadiran kita sebagai warganya menuntut sumbangan dan pengorbanan dalam apa bentuk yang terizin dan termampu supaya kecintaan kepada Allah S.W.T. memberikan kita hikmah cintakan negara.

MERDEKA DI LANDASAN TAUHID

Mekah memberikan erti yang amat istimewa bagi perjuangan Rasulullah s.a.w. untuk mengembalikan manusia kepada fitrah. Kemerdekaan Mekah terkanclung risalah nubuwwoh yang amat tinggi iaitu pembebasan manusia dari belenggu syirik. Terbebasnya manusia daripacla belenggu syirik ini menjadikan asas akidah berada pada tempatnya yang sebenar dan membentuk tosawwur yang menjalin ikatan antara hamba dan Khaliq, keimanan terhadap Pencipta dan meyakini tentang keperkasaan-Nya, Surah al-1khlas dari ayat 1 hingga 4 memberikan asas yang kukuh tentang aspek ketuhanan yang Maha Esa;

"Katakanlah, Dia-lah Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yong bergantung kepada- Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak, tidak pula diperanakkan. Don tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya "

Implikasi surah ini membentuk suatu pandangan semesta tentang kekuasaan Allah S.W.T.. la suatu tosawwur yang membentuk asas wehdah dan kesatuan yang amat nyata. Tidak wujud penyengutuan atau menyamakan secara setara antara status Pencipta dan yang dicipta. Bila semuanya kembali kepada Yang Satu, ia memberikan makna yang besar tentang maksud kehambaan yang tinggi.

Asas wehdah ini menjadi perkara yang amat pokok dan utama dalam memahami kemerdekaan diri. Asas ini akan memberi arah yang jelas terhadap aspek kepercayaan, pemikiran, ihnu pengetahuan, sains clan teknologi, kebudayaan, kemasyarakatan, pembangunan, kemajuan sistem dan juga negara. Asas ini juga boleh memberikan dokongan yang kukuh terhadap erti jati diri, fahaman patriotik clan proses bina negara. Tanpa asas wehdah manusia akan cenderung kembali kepada faham qaumiah sempit dan konsep rahmah alamiah sukar untuk berkembang kerana sifat kejadian, potensi yang dimiliki, kelainan yang wujud, persamaan yang ada tidak dapat terbentuk atas asas litaarrafu.

Asas wehdah ini juga akan memberikan tunjangan terhadap faktor rohaniah yang terpancar dalam amal soleh. Memperkasa faktor duniawi yang memberikan natijah ukhrawi. Melihat faktor benda sebagai sumber yang perlu diuruskan dengan amanah. Benda ialah alat bukannya matlamat. Melihat faktor rahmah dan nikmah sebagai sumber daripada Allah S.W.T. yang perlu ditadbir urus secara ad] wal ihsan. Akhirnya menjadikan kita sebagai umat contoh, umat yang memiliki daya kesatuan yang tinggi (ummatan waahidah), umat terbaik (khaira ummah) dan umat pertengahan (ummatan wasata) yang memiliki kemampuan memimpin dunia dan memimpin umat manusia.

Atas landasan inilah Shakib Arsalan dalam kitabnya "Mengapa umat Islam terkebelakang be-rbanding bangsa lain- menekankan kepentingan kerohanian dalam memurnikan jiwa daripada perkara yang merosakkan, mengisi jiwa kepada perkara-perkara Yang baik seperti keimanan dan keyakinan kepada Allah S.W.T., membebaskan jiwa daripada rasa perhambaan dan takut kepada sesama nianusia; dan memerdekakan diri daripada menjadi hamba kepada nilai dan budaya masyarakat Yang merosakkan seperti fahaman kebendaan dan tipu daya dunia.
Faham kehambaan di sini tidak harus dilihat dalam pengertian Yang sempit. Kehambaan di sisi Allah S.W.T. dalarn erti kata Yang luas mernancarkan jiwa merdeka Yang tinggi atas kepatuhan, ketaatan, ketundukan dan keakuran tehadap perkara-perkara yang benar dan hak. Mengakui wujudnya Allah S. WT. melalui tanda-tanda kebesaran-Nya, mengakui kebesaran Allah S.WT. dengan dan nikrnah-Nya yang melimpah ruah-rahmah ,mengakui keperkasaan Allah SWT. yang memberikan kudrat dan takdir-Nya terhadap kehidupan manusia dan alam ini menyebabkan manusia memiliki sifat patuh, taat, tunduk dan akur. Apa pun sistem yang ingin berjalan dan memberi manfaat yang tinggi, ia mestilah berialan atas patuh, taat, tunduk dan akur.

Bintang-bintang, sistem solar, kosmos dan galaksi tidak akan bergerak secara tertib dan teratur melainkan atas landasan sunnah-Nya dan semua itu bergerak atas asas patuh, taat, tunduk dan akur. Kalau tidak, perlanggaran dan kesesakan akan berlaku. la ticlak berlaku kerana sifat Allah S.W.T. itu sendiri Maha Berkuasa dan Maha Perkasa terhadap ciptaan-Nya. Hal yang sama juga perlu ada kepada manusia supaya asas patuh, taat, tunduk dan akur menjadi sumber amalan bagi menundukkan sifat takabbur, sombong, angkuh dan ujub yang menyebabkan manusia terbelenggu dengan nafs al-amarah yang bersifat haiwani. Inilah yang menyebabkan berlakunya konflik, persengketaan, permusuhan, peperangan, kesombongan terhadap kuasa dan pangkat, takabbur terhadap ilmu dan kepandaian, angkuh terhadap harta dan kesenangan, ujub terhadap kekayaan dan kemewahan hingga dirinya jadi terbelenggu.

Faktor rohaniah harus menjadi landasan membebaskan manusia daripada belenggu yang membelit hati lantaran nafs al-amarah yang jelik. Kekuatan rohaniah yang terpancar dalam bentuk amal Islami bukannya terbatas dalam ritual ke dalam diri (tazkiyah an-nafs) semata-mata, tetapi ia henclaklah terucap dalam kata-kata yang santun dan mendidik, terlihat dalam amal clan perbuatan yang baik dan dirinya mampu menjadi contoh ikutan orang lain.
Asas kemerdekaan diri secara rohaniah dan amal ialah pertautan yang tinggi dengan Allah S.W.T. yang dilakukan dengan ibadah clan amal soleh yang ikhlas dan telus supaya kesan kebaikannya dapat dirasakan oleh yang lain.

Cabaran utama yang sering dihadapi oleh manusia ialah cabaran hawa nafsu. Nafsu adalah sesuatu yang fitrah bagi manusia, asasnya diibaratkan sebagai kuda liar. Kuda liar kalau tidak dilatih atau dijinakkan akan menyebabkan ia ticlak boleh clikawal. Nafsu juga sedemikian, sekiranya ticlak dilatih dan dijinakkan secara fitrah dengan amalan rohaniah yang baik ia boleh membina nafs al-amarah bi-suk iaitu nafsu jelik yang membawa pekerti buruk. Ibarat kuda liar yang dilatih untuk berlari dengan baik, dijinakkan dengan belaian dan urutan yang manja menyebabkan ketaatan kepada tuan atau penunggangnya tinggi. Apa saja yang diperintahkan oleh tuannya akan diikuti dengan baik dan menjadikan kuda itu sebagai kuda yang taat dan patuh.

Nafsu manusia juga memerlukan pendekatan yang sedemikian supaya memiliki jiwa hamba yang tinggi. jiwa hamba yang tinggi akan berupaya mengawal dan menjinakkan nafsu serakah yang jelik seperti Firman Allah dalam Surah ali-Imran ayat 14-15 yang bermaksud:
"Dihiaskan (dan dijadikan indah) kepada manusia: kesukaan kepada benda-benda yang diingini nafsu, iaitu perempuan-perempuan dan anak-pinak, harta benda yang banyak bertimbun-timbun, daripada emas dan perak, kuda pemeliharaan yang bertanda lagi terlatih, dan binatang-binatang ternak serta kebun kebun tanaman. Semuanya itu ialah ke senangan hidup di dunia. Dan (ingatlah) pada sisi Allah ada tempat kembali yang sebaik baiknya (iaitu syurga). Katakanlah wahai Muhamad: Mahukah supaya Aku khabarkan kepada kamu apa yang lebih baik daripada semuanya itu? Iaitu bagi orang yang bertakwa disediakan di sisi Tuhan mereka beberapa syurga yang mengalir di bawahnya sungai - sungai, mereka kekal di dalamnya. Disediakan juga pasangan-pasangan atau isteri-isteri yang suci bersih, serta (beroleh pula keredhaan daripada Allah S.WT. Dan (ingatlah), Allah S.WT sentiasa melihat akan hamba-hambaNya ".

MERDEKA DALAM PEMIKIRAN

Akal adalah anugerah Allah S.W.T. yang amat bernilai kerana ia membezakan antara haiwan dengan manusia. Allah S.W.T. kurniakan akal membolehkan manusia mengingat, berfikir clan memberikan daya taakulan. AI-Quran menghubungkan akal dengan konsep ulul a]-bob supaya tanda-tanda kebesaran Allah S.W.T. itu diteliti dan dikaji dan menghubungkannya dengan Pencipta.
Alam ini ticlak terjacli dengan sendiri. Manusia pun tidak terjadi dengan sendiri (by nature). Sesetengah orang di Barat membuat tanggapan bahawa alam dan manusia ini terjadi secara kebetulan (by accident). Menghubungkan kejadian dengan agama dianggap sebagai suatu dogma. Asas inilah yang menjadikan ilmu orang-orang Barat bersifat rasional dan empirikal semata-mata. Segala sesuatu diukur dan diambil kesimpulan hanya dirujuk dengan upaya akal saja. Persoalan dalam al-Quran, "Apakah kamu tidak berfikir" yang merujuk kepada orang-orang berakal tentang ketakjuban kejadian-Nya.

Firman Allah S.W.T. yang bermaksud:
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah S.WT turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu, Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis haiwan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan ".
(al-Baqarah: 164)


Ayat di atas membawa mesej saintifik. Sains dalam tradisi orang Barat hanya menyangkut tentang kajian mengenai benda dan fenomena. Sains dalam tradisi Islam tidak saja mengkaji tentang benda dan fenomena tetapi hal-hal di sebalik benda dan fenomena iaitu pertanda-pertanda kewujudan dan keperkasaan Allah S.W.T.. Manusia yang diciptakan mengatur sistem lebuh raya yang canggih tetapi perlanggaran dan kesesakan tetap berlaku. Allah S.W.T. jaclikan planet dan sistemnya berputar clan beredar secara teratur dan tertib tentunya membayangkan ada kuasa yang Maha Berkuasa menentukan perjalanan atas sunnah-Nya. Ticlak mungkin planet dan sistemnya bergerak sendiri seperti ticlak mungkin kereta berjalan sendiri, kapalterbang terbang sendiri. Akal yang berfikir tentunya memberikan taakulan bahawa sesuatu yang bergerak ada penggeraknya dan sesuatu yang terjadi ada penjadinya. Asas inilah yang menjadikan kebebasan pemikiran wujud dalam keadaannya yang fitrah.

AI-Quran juga memberikan asas tentang perlunya pengembangan pemikiran menerusi anjuran "Apakah kamu tidak merenung" iaitu tidakkah manusia berfikir secara kreatif, reflektif, lateral, kritikal, strategik dan sebagainya. Kemahiran berfikir ini amat penting supaya perspektif tentang sesuatu dilihat secara menyeluruh clan komprehensif. Sesuatu kej adian baik langit dan bumi, manusia dan haiwan, air dan tumbuhtumbuhan mempunyai kaitan antara satu dengan lain. la ibarat suatu sistem kosmos yang memiliki kesalingan dan memiliki hikmah di sebalik kejadiannya. Pengembangan pemikiran secara fitrah menyebabkan manusia menjacli tahu dan berilmu. Ilmu tanpa suluh al-Quran ticlak memberikan jalan berfikir yang terang benderang. AI-Quran sebagai sumber hikmah dipandu oleh jiwa tafakkur membolehkan manusia tahu tentang letak dirinya sebagai hamba dan khalifah clan hubungannya dengan Pencipta untuk memahami maksud faktor-faktor yang nyata dan ghaib yang terdapat dalam alam dan kehidupan ini.

AI-Quran juga menganjurkan supaya tradisi tadabbur dikembangkan. Jiwa tadabbur adalah amat penting bagi memerdekakan pemikiran manusia. Rasa ingin tahu, keupayaan menyelidik dan mengkaji memberi ruang kepada manusia mendapatkan data dan maklumat, fakta dan ilmu supaya daripadanya menjadikan manusia lebih dekat dengan Allah S.W.T.. dan menjadikanya yakin terhadap kebesaran-Nya berasaskan pertanda-pertanda jelas dan meyakinkan.
Kecemerlangan ilmuan dan ulama' silam berasaskan integrasi fikir dan zikir. Tradisi fikir dan zikir menemukan Ibn Nafiz pakar dalam bidang ilmu Mengurus Diri iaitu keahlian dalam bahasa Arab dan Syariah. Dalam masa yang sama juga mempunyai keablian dalam ilmu. Mengurus Sistem iaitu pakar dalam bidang perubatan yang berkaitan dengan ilmu perputaran darah (blood circulation). Tradisi ini juga menampilkan tokoh ilmuan seperti Ibn Sina yang hafaz al-Quran di awal umur, menguasai pelbagai bahasa, menekuni bidang ilmu muzik, pakar dalam bidang astronomi atau astrofizik, mahir dalam bidang falsafah, hebat dalam ilmu matematik dan tersohor dalam ilmu perubatan. Hal yang sama juga berlaku kepada al-Hawarizmi pakar dalam bidang matematik, al-Zahrawi pakar dalam ilmu bedah, al-Batani pakar dalam ilmu astrofizik, Ibn Haitam dalam bidang optik, Abbas ibn Firnas dalam bidang enj in terbang clan ramai lagi yang melakukan tradisi todobbur tanpa memutuskan diri dengan Allah S.W.T.. Inilah asas kemerdekaan berfikir yang wujud dalam zaman kegemilangan tamadun yang telah memimpin tamadun umat manusia.

Akal manusia juga dibantu oleh pancaindera. Apa yang ditatap, dibaca , ditulis, ditonton, disaksi dan cliperhatikan memberi asas terhadap akal clan kecerdasannya. Apa yang didengar, dihidu, dirasa dan disentuh juga merupakan landasan menghubungkan diri dengan lingkungan luar diri clan persekitaran boleh menyumbang kepada kemakrufan dan faktor sekitar juga boleh menyumbang kepada kemungkaran. Keinsafan bahawa Allah Maha Melihat clan Allah Maha Mengetahui menjadi pedoman bagi manusia menyuburkan jalan berfikir dan perkembangan pancainderanya supaya yang dilillat, didengar, dihidu, dirasa dan disentuh adalah sesuatu yang baik dan menyumbang kepada kebaikan dan kesejahteraan diri clan juga perlakuannya.
Oleh itu, pemikiran yang merdeka adalah pemikiran yang terpedoman. Manusia yang fitrah tidak boleh lepas bebas dalam berfikir tanpa adanya pancang ataupun panduan yang membolehkan manusia insaf bahawa sebagai hamba dan khalifah, ia tertakluk kepada ketentuan Allah S.W.T.. Meskipun jalan ikhtiar erbuka untuk manusia, namun faktor naluri clan nafsu-nafsi semata-mata tidak memadai untuk membimbing manusia ke jalan yang betul melainkan kesuburan pemikirannya dibentuk oleh keimanan. clan ketakwaan. Keimanan dan ketakwaan adalah batasan yang membimbing manusia tentang kebebasan berfikir. Keimanan menghubungkan manusia dengan faktor ghaibiyyat di mana manusia tidak hanya mengembangkan pemikirannya terhadap apa yang dilihat clan bersifat benda tetapi juga percaya apa yang tidak dilihat seperti Allah S.W.T. dan malaikat kerana terclapat tanda-tanda yang nyata tentang kejadian dan kebesaran-Nya yang di luar mampu akal manusia untuk memberikan rasionalnya.

Ketakwaan menghubungkan manusia dengan faktor insaf-ketuhanan (God-conciousness) yang tinggi. Keyakinan manusia kepada Allah S.W.T. yang Maha Perkasa dan Maha Mengetahui membentuk manusia supaya berlaku amanah, jujur, adil, tulus, telus dan lain-lain kerana ketakwaan meyakinkan manusia bahawa dalam melakukan sesuatu yang sifatnya ibadah, walaupun bila melakukannya kita tidak melihat Allah S.W.T., tetapi kita yakin Allah S.W.T. melihat kita. Asas inilah yang mempedoman manusia untuk sentiasa berada dalam koadaan fitrah bila melakukan. sesuatu.

Orang-orang mukmin dan muttaqin tidak akan erbelenggu oleh sifat pecah amanah atau tidak amanah, kezaliman, penipuan, pura-pura, melakukan eksploitasi atau perkara-perkara seumpamanya kerana ia menjaclikan manusia tidak merdeka dan terbelenggu. Melakukan sesuatu dengan amanah, bercakap sesuatu yang benar, menyampaikan sesuatu dengan jujur, bersikap adil terhadap orang lain, telus dan tulus bila berurusan adalah gambaran orang yang berjiwa merdeka kerana ia menghubungkan dirinya dengan yang Maha Mengetahui iaitu Allah S.W.T.. Dalam melakukan sesuatu ia ticlak berselindung atau monyatakan sesuatu di luar kebenaran kerana sekiranya ia berbuat demikian meskipun manusia tidak tahu tetapi Allah S.W.T. mengetahuinya. Inilah jiwa merdeka yang amat agung yang dimiliki oleh manusia mukmin.

Asas ini sangat penting kerana maksud kebebasan berfikir ialah pertautan akal dengan naql iaitu wahyu. Wahyu memberikan pertunjuk manusia supaya pedoman yang diberi menyebabkan manusia terus berada dalam keadaan fitrah dan tidak melampaui batas. Batasan yang memisahkan yang baik dengan yang buruk, maaruf clan mungkar, hak dan batil, adil dan zalim adalah persimpangan yang boleh membawa manusia kepada belenggu dan boleh memimpin manusia ke arah kebaikan. Sekiranya manusia memilih jalan yang baik, kemerdekaan yang sebenarnya dirasai tetapi sekiranya manusia memilih jalan yang batil maka manusia tidak memilik dan hidupnya dibelenggu.

KONSEP KEBEBASAN BERFIKIR

Manusia dikurniakan Allah S.W.T. dengan akal yang membolehkan manusia berfikir. Haiwan clikurniakan nafsu dan naluri yang tidak membolehkannya berfikir seperti manusia. Kesuburan pemikiran manusia memerlukan suasana. Suasana yang merangsang dan menggalakkan berfikir menyebabkan lahirnya maklumat, datangnya ilmu dan ditemui data dan fakta. Daripadanya manusia membina rumusan, hipotesis dan akhirnya teori tentang sesuatu kajian dan perkara.
Definisi Kebebasan Berfikir
Mengikut Kamus Dewan (1998) halaman. 120, kebebasan bermaksud tidak terhalang (untuk bergerak dan bercakap), tidak terkongkong, tidak terkurung clan lain-lain. Berfikir, dikaitkan keupayaan menggunakan akal (untuk menyelesaikan sesuatu clan lain-lain), mengingat, merenung dan mempertimbangkan. Kebebasan berfikir ialah suatu keadaan idea dan pandangan boleh dikeluarkan dengan bebas tanpa dihalang atau dikongkong oleh orang lain selama mana ia tidak bertentangan dengan hukum agama clan tatasusila masyarakat.

Firman Allah S.W.T. dalam surah Sad ayat 29 yang bermaksud:
"(Al-Quran ini) sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu (dan umatmu wahui Muhammad) kitab yang banyak faedah dan manfaatnya, untuk mereka memahami dengan teliti kandungan ayat-ayatnya dan untuk orang yang berakal sempurma mengambil iktibar.”
Ayat-ayat Allah S.W.T. terkanclung sumber-sumber untuk manusia berfikir. Di dalam al-Quran terdapat kisah-kisah vang berlaku di kalangan para Nabi dan Para Rasul vang terdahulu. Kisah-kisah itu memberikan kita ibrah atau iktibar ataupun teladan supaya apa vang dirakamkan oleh Allah S.W.T. menerusi Kalam-Nya untuk direnung, diteliti dan dikaji oleh manusia tentang sejarah manusia dan kemanusian, sejarah kebangkitan dan keruntuhan, sejarah kepatuhan clan keengkaran, sejarah menjejaki batas kebebasan dan melampauinya. AI-Quran menyebutkan akibat daripada perbuatan manusia yang melampaui batas. Apa yang terkandung dalam kisah-kisah adalah gambaran al-Quran menerusi ayat-ayatNya itu adalah himpunan sejarah manusia terdahulu yang berulang kembali pada hari ini dan bakal berulang kembali pada masa depan.
Contohnya, kisah Nabi Lut a.s. berdepan dengan kaumnya yang lari daripada fitrah. Fitrah kejadian lelaki dan perempuan yang memungkinkan proses "kenal mengenal " atas keperluan syarak berlaku bagi membolehkan zuriat berkembang untuk membentuk keluarga clan masyarakat dan akhirnya sistem dan tamadun. Kaum Nabi Lut a.s. memiliki tabiat untuk meminati kaum sejenis. Nabi Lut a.s. berusaha mengajak mereka kembali kepada fitrah. Sebaliknya Nabi Lut a.s. dihina dan dicerca malah diancam. Akhirnya, Allah S.W.T. menurunkan musibah terhadap kaum ini clan mereka dihancurkan dari muka bumi.

Bagi orang-orang yang beriman, pemikiran reflektif yang harus dikembangkan ialah pentingnya kejadian berpasang-pasangan mencari keseimbangannya supaya hikmah di sebalik kejadian dan penciptaan dapat dimanfaatkan dengan betul dan tepat. Pada hari ini kita menyaksikan kebebasan berfikir dan menganut sesuatu fahaman yang lepas bebas dan tidak menjaclikan ayat-ayat Allah S.W.T. menerusi kisah-kisah dan ibrahnya sebagai sumber pembelajaran. Sebaliknya orang-orang Barat clan orang-orang Timur menjaclikan pola "gay" clan "lesbian" sebagai jalan kehidupan yang terbaik. Ia mengulangi kembali apa yang pernah dirakamkan oleh al-Quran. Akhirnya, bayangkan kebebasan berfikir tanpa batas, kebebasan pergaulan tanpa had, kebebasan memperkongsi kehidupan tanpa pedoman menyebabkan musibah baru lahir menghantui umat manusia iaitu AIDS/HIV. Bagi orang-orang Islam kebebasan berfikir tanpa pedoman, kebebasan membuat keputusan dan pendirian tanpa sumber hikmah bakal menjerumuskan manusia kepada amalan melampaui batas yang natijah akhirnya ialah
kerosakan clan kebinasaan.

Oleh itu, dalam kebebasan berfikir mengikut tradisi slam, ticlak salah kebebasan berfikir dihubungkan dengan kemahiran yang berkaitan dengannya. Berfikir secara kreatif, kritikel, lateral, strategik, analitis, inovatif dan lain-lain adalah kaedah bagaimana sudut maklumat diperoleh, cabang ilmu boleh dikembangkan, jalur keterampilan boleh dipelbagai dan jalan kebenaran bolch ditemui. Sudut mana pun sesuatu perkara menjadi objek pemikiran pada prinsipnya ia bermula dengan suatu kesatuan. Alam ini dijadikan sebagai suatu kesatuan. Melihatnya dari sudut geografi ataupun sainstifik mahupun sosiologi ia tetap bermula dari satu kesatuan. Disiplin pemikiran. dan kajian yang berbeza melengkapkan lagi pengetahuan. manusia dan akhirnya sesuatu itu harus dilihat secara suatu kesatuan yang sifatnya kosmik dan organik.
Pada prinsipnya, sesuatu kejadian itu diciptakan. Manusia menggunakan akal, kemahiran dan keahlian untuk mereka, mengolah dan menggubah sesuatu yang diciptakan untuk menjadi bahan dan alat yang boleh memberi menfaat kepada manusia. Manusia ticlak boleh melakukan ciptaan daripacla perkara yang fidak ada kepada ada. Mengadakan yang tidak ada kepada ada merupakan kerja Allah S.WT.. Meniadakan yang ada kepada tidak ada juga kerja Allah S.W.T. atau dengan izin-Nya.

Pada hakikatnya, yang berubah itu ialah bentuk (form) bukannya fitrah sesuatu kejadian itu (substonce). Fitrah sesuatu kejadian tetap tidak berubah. Kalau Allah S.W.T. jadikan faktor-faktor dalam alam ini sifatnya berpasang-pasangan, ia akan tetap berpasang-pasangan sehingga ke Hari Kiamat. Yang pentingnya, bagaimana yang berpasang-pasang itu mencari titik-temu, keserasian dan keseimbangan bagi mewujudkan keharmonian, keamanan, kesejahteraan dan juga kebaikan. Bentuk antara lain ialah yang bersifat alat. Teknologi ialah alat. jenis teknologi yang dihasilkan digunakan untuk beberapa keperluan dan kepentingan. Dalam tradisi Islam, teknologi dilihat sebagai alat tetapi maksud kegunaan teknologi itu membawa kepada matlamat sesuatu. Komputer dan televisyen adalah alat. Sifat alat ialah berubah, cenderung, canggih dan kompleks. Tetapi apakah komputer dan televisyen membawa maklumat yang baik, betul. dan benar ataupun televisyen menyajikan bahan-bahan dan program yang meningkatkan akal budi manusia, bakal menentukan fitrah yang dituntut oleh manusia. Memahami keperluan yang fitrah tentunya memandu manusia berfikir secara kreatif dan inovatif untuk kebaikan manusia juga.

My Blog List