Sabtu, 26 Desember 2009

MENJADI POLITISI DAKWAH

Apakah politisi dapat menjadi da’i?; Atau apakah dai dapat menjadi politisi?; Dan apakah mungkin kegiatan dakwah menjadi kegiatan politik?; Atau sebaliknya kegiatan politik menjadi kegiatan dakwah?. Menjawab beberapa pertanyaan di atas tidaklah mudah, apabila kita melihat persepsi masyarakat tentang dakwah dan politik. Dakwah dan politik adalah dua ‘kata’ yang kontra bagi mereka. Hal itu karena politik dipahami sebagai aktifitas dunia, sedang dakwah dipahami sebagai aktifitas akhirat. Yang pada gilirannya dipahami bahwa dakwah tidak pantas memasuki wilayah politik, dan politik haram memasuki wilayah dakwah. Dakwah adalah pekerjaan para ustadz, dan politik pakerjaan para politisi. Jika seorang ustadz yang menjadi politisi, ia harus menanggalkan segala atribut dan prilaku ke-ustadz-annya, dan harus mengikuti atau beradaptasi dengan perilaku para politisi. Demikian pula apabila seorang politisi menjadi ustadz ia pun harus menanggalkan baju politiknya, dan jika tidak, ia akan tetap dicurigai menggunakan agama sebagai alat politik.

Tapi, pertanyaan di atas akan menjadi mudah untuk dijawab, apabila politik dipahami sesuai dengan definisi aristoteles bahwa politik adalah: “Segala sesuatu yang sifatnya dapat merealisasikan kebaikan di tengah masyarakat.” Definisi ini meliputi semua urusan masyarakat, temasuk di dalamnya masalah akhlak yang selama ini menjadi wilayah kerja dakwah, sebagaimana dipahami masyarakat.

Dan atau apabila dipahami definisi politik menurut Al-Imam Asy Syahid Hasan Al Banna, yaitu, “Politik adalah hal memikirkan tentang persoalan-persoalan internal maupun eksternal umat.” Intermal politik adalah “mengurus persoalan pemerintahan, menjelaskan fungsi-fungsinya, merinci kewajiban dan hak-haknya, melakukan pengawasan terhadap para penguasa untuk kemudian dipatuhi jika mereka melakukan kebaikan, dan dikritik jika mereka melakukan kekeliruan.” Sedang yang dimaksud dengan eksternal politik adalah “memelihara kemerdekaan dan kebebasan bangsa, mengantarkannya mencapai tujuan yang akan menempatkan kedudukannya di tengah-tengah bangsa lain, serta membebaskannya dari penindasan den intervensi pihak lain dalam urusan-urusannya.”

Baik internal maupun eksternal politik, sama-sama mencakup ajakan kepada kebaikan, seruan berbuat ma’ruf dan pencegahan dari kezhaliman, yang selama ini menjadi wilayah kerja dakwah.

Dengan pemahaman 2 definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa politik dan dakwah adalah dua kegiatan yang sangat terkait, dan sangat mungkin dakwah menjadi kegiatan politik, atau politik menjadi kegiatan dakwah, atau dapat disebut two in one. Bahwa dakwah adalah politik apabila ia berperan memahamkan masyarakat kepada hak dan kewajiban mereka. Dan bahwa politik adalah dakwah jika ia berperan mengajak masyarakat berbuat baik, memfasilitasi mereka berbuat ma’ruf dan menutup semua pintu bagi masyarakat untuk berbuat zalim dan dizalimi.

Secara operasional, bahwa dakwah adalah politik dan politik adalah dakwah dapat dipahami dengan baik oleh setiap muslim apabila:

Pertama, memahami universalitas Islam;

Kedua, memmahami risalah penciptaan manusia;

Ketiga, mengatahui cara merealisasikan risalah tersebut sesuai dengan ajaran Islam.

Sehingga setiap muslim harus menjadi da’i sekaligus menjadi politisi.

Karena itulah Hasan Al Banna mengatakan, “Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna keislamannya kecuali jika ia menjadi seorang politisi, mempunyai pandangan jauh ke depan dan memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya.”

Lalu bagaimana menjadi politisi dakwah?

Berikut ini sub-sub bahasan yang menjelaskan lebih rinci mengenai masalah ini:

1. Kedudukan Politik Dalam Islam

Islam agama sempurna, mencakup seluruh urusan kehidupan manusia yang terdiri dari kehidupan individu, keluarga, masyarakat, dan negara, serta segala aktifitas yang meliputnya, seperti ekonomi, politik, pendidikan, hukum dan lain sebagainya. Islam tidak memilah antara kehidupan dunia dan akhirat. Dalam setiap aktifitas mengandung unsur dunia dan akhirat sekaligus.

Shalat misalnya, dalam persepsi banyak orang ia adalah amalan akhirat an sih. Tapi jika ditelaah lebih dalam, dapat ditemukan bahwa shalat adalah amalan akhirat sekaligus amalan dunia.

Ia menjadi demikian karena:

pertama, shalat dilaksanakan di dunia, pahalanya saja yang diperoleh di akhirat;

Kedua, shalat itu dzikir, dan setiap yang berdzikir pasti mendapatkan ketenangan, dan ketenangan itu kebutuhan asasi manusia dalam beraktifitas. Rasulullah saw jika sedang gundah, beliau berkata kepada Bilal: “Tenangkanlah kami dengan shalat hai Bilal!”

Ketiga, shalat sangat dianjurkan dilaksanakan dengan berjamaah, dan bagi yang melaksanakannya mendapatkan derajat 27 kali lipat dari pada yang shalat sendirian. Shalat berjamaah membuat kita – dengan sendirinya – bersilaturahim, mendidik kita hidup bermasyarakat dan bernegara yang teratur dan rapi. Dalam shalat berjamaah harus ada imam dan makmum yang semua tindakannya harus sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya, makmum harus taat pada imam, mengikuti semua gerakan dan perintah imam, apabila tidak maka shalat sang makmum tidak sah. Dan apabila sang imam salah atau khilaf, maka wajib bagi makmum untuk menegurnya sampai imam kembali kepada yang benar. Demikian pula seharusnya yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Contoh yang lain, kegiatan jual beli, dalam persepsi banyak orang, ia adalah kegiatan dunia an-sih. Padahal jika ditelaah lebih mendalam, maka ia pun sekaligus menjadi kegiatan akhirat. Hal itu, karena walaupun zhahirnya jual beli adalah amalan dunia, tapi karena di dalamnya ada aturan main yang harus di patuhi oleh masing-masing penjual dan pembeli, dan jika mereka patuh pada atauran itu, maka keduanya mendapatkan pahala yang akan diperolehnya di akhirat, tapi jika salah satu atau keduanya menyalahi atuaran tersebut, maka yang berbuat salah mendapatkan dosa, yang hukumannya akan ia dapatkan pula di akhirat. Oleh karena itu Rasulullah saw besabda,

“pedagang yang jujur mendapatkan naungan arasy pada hari kiamat.”

Dengan demikian, semua amalan, baik mahdhah maupun gairu mahdhah di dalam Islam, memiliki kedudukan yang sama, termasuk di dalamnya politik. Bahkan jika politik berarti kekuasaan, Utsman bin ‘Affan ra berkata: “Al Qur’an lebih memerlukan kekuasaan dari pada kekuasaan membutuhkan Al Qur’an.”

Karena politik bagian dari keuniversalan Islam, maka setiap muslim meyakini bahwa Islam memiliki sistem politik yang bersumber dari Allah, dicontohkan oleh Rasulullah dan dikembangkan oleh para sahabat dan salafussaleh, sesuai dengan dinamika perkembangan hidup manusia setiap masa. Berikutnya setiap muslim pun siap menjalankan sistem itu, dan tidak akan menjalankan sistem yang lain, karena kahawatir akan tergelincir pada langkah-langkah syaitan. Itulah bagian dari pengertian firman Allah SWT;

“Hai orang-orang yang beriman! Masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh). Dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah syatan. Sesungguhnya syaitan itu bagi kalian adalah musuh yang nyata.” (Al-Baqarah: 208).

2. Peran Politik Dalam Dakwah

Allah telah menetapkan risalah penciptaan manusia, yaitu beribadah kepada-Nya, kemudian menjadikannya khalifah dalam rangka membangun kemakmuran di muka bumi bagi para penghuninya yang terdiri dari manusia dan alam semesta.

Agar risalah ini menjadi abadi dalam sejarah peradaban manusia, Allah SWT ‘merekayasa’ agar dalam kehidupan terjadi hubungan interaksi ‘positif’ dan ‘negatif’ di antara semua makhluk-Nya secara umum, dan di antara manusia secara khusus. Yang dimaksud dengan interaksi positif ialah, adanya hubungan tolong menolong sesama makhluk. Sedangkan interaksi negatif ialah, adanya hubungan perang dan permusuhan sesama makhluk. Allah SWT berfirman:

“…Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai yang dicurahkan atas semesta alam.” (Al-Baqarah: 251).

Keabadian risalah tersebut sangat tergantung pada hasil dari setiap interaksi baik yang positif maupun negatif. Jika yang melakukan tolong menolong adalah orang-orang saleh, yang pada gilirannya mereka saling menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan; dan jika berada dalam peperangan, dimenangkan pula oleh orang-orang saleh itu, maka pasti yang akan terjadi adalah keabadian risalah.

Tapi jika yang melakukan tolong menolong adalah orang-orang buruk yang bersepakat melaksanakan kejahatan dan permusuhan, dan selanjutnya mereka pula yang memenangkan peperangan, maka pasti yang akan terjadi adalah kehancuran.

Disinilah letak politik berperan dalam dakwah. Dakwah mengajak pada kebaikan, melaksanakan risalah penciptaan manusia, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah semua bentuk kemungkaran, sementara politik berperan memberikan motivasi, perlindungan, pengamanan, fasilitas, dan pengayoman untuk terealisasinya risalah tersebut.

Sejarah telah membuktikan, bahwa naskah-naskah Al-Qur’an yang sangat ideal pernah menjadi kenyataan dalam kehidupan sehari-hari umat manusia. Pada zaman Nabi saw, seorang Bilal bin Rabah yang hamba sahaya pada masa jahiliyah menjadi orang merdeka pada masa Islam, dan memiliki kedudukan yang sama dengan para bangsawan Quraisy, seperti Abubakar Siddiq dan Umar bin Khattab. Ini karena Islam yang didakwahkan oleh Rasulullah saw mengajarkan persamaan derajat, sekaligus beliau sebagai pemimpin umat – dan tidak salah jika dikatakan pemimpin politik umat – menjamin realisasi persamaan derajat itu sendiri.Sehingga pernah suatu ketika beliau marah kepada seorang shabatnya yang mencela warna kulit Bilal.

Pada zaman yang sama, ketika Nabi saw mengirim pasukannya ke negeri Syam, beliau berpesan agar pasukan itu tidak menebang pohon kecuali untuk kebutuhan masak, melarang membunuh anak-anak, perempuan, orang tua yang tidak ikut berperang dan orang yang telah menyerah, beliau juga melarang membunuh orang yang sedang beribadah di gereja, dst. Ini semua adalah buah dari ajaran Islam yang termaktub dalam Al-Qur’an.

Sepeninggalan beliau, Rasulullah digantikan oleh Abubakar Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib secara berurutan. Pada zaman keempat sahabat itu, keadaan yang telah dibangun oleh Rasulullah saw tidak berubah, semua warga dibawa kepemimpinan khilafah menjalankan hak dan kewajiban, mendapatkan persamaan derajat, tidak ada yang dizalimi kecuali mendapatkan haknya, atau berbuat zalim kecuali telah mendapatkan sangsi. Keadaan ini berlangsung sampai masa keemasan Islam di Damaskus, kemudian di Bagdad dan Andalusia.
Tapi seirng dengan perkembangan berikutnya, umat menjauh dari agamanya, kegiatan agama dijauhkan dari kegiatan realitas kehidupan masyarakat sehari-hari, demikian pula sebaliknya, hingga sampailah zaman itu pada generasi kita.

Kita bersedih dengan keadaan kita, umat Islam sebagai umat terbesar di alam raya ini, tapi terzalimi hak-haknya, umat Islam sebagai penduduk mayoritas di negeri tercinta ini, tapi terbantai di Maluku dan di Poso, tidak boleh menjalankan syariat agamanya secara kaffah, dihambat para pemimpinya yang saleh untuk memimpin bangsanya, tidak diberi kesempatan yang sama dalam mengembangkan ekonominya, dst.

Mungkinkah sejarah kita hari ini berulang seperti sejarah generasi pertama umat ini. Sangat mungkin! Tentu apabila kita mau memenuhi syarat-syaratnya. Sebagiannya telah kami sebutkan dalam makalah ini, yaitu dakwah dan politik sebagai instrumen terlaksananya ajaran Islam harus menyatu menjadi karakter setiap muslim, atau dengan kata lain menjadi poltisi dakwah.

3. Karakteristik Politisi Dakwah

Setiap muslim berkewajiban menjadi da’i, paling tidak, untuk dirinya dan keluarganya, sebagaimana Rasulullah saw berwasiat:

“Sampaikanlah tentang ajaranku walaupun satu ayat.”

Dan sekaligus secara perlahan menjadi politisi dakwah, sebagaimana telah kami ungkapkan sebelumnya. Adapun sifat dan karakter yang dimiliki para politisi dakwah adalah sebagai berikut:

A. Memiliki keperibadian politik.

Kepribadian politik adalah sekumpulan orientasi politik yang terbentuk pada diri seseorang dalam menyikapi dunia politik. Ia memiliki tiga aspek.

Pertama, Doktrin-doktrin yang menagndung makna politis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Doktrin-doktrin yang tidak langsung meliputi:

(a) Doktrin khusus yang berkaitan dengan ketuhanan, manusia, alam semesta, pengetahuan dan nilai-nilai. Yaitu:

• Keyakianan bahwa Allah swt adalah musyarri’ (Pembuat hukum).

• Keyakinan bahwa al wala’ (loyalitas) dan al bara’ (anti loyalitas) adalah konsekuensi aqidah, loyal hanya kepada Allah, Rasul dan orang-orang beriman. Dan kepada selainnya tidak akan pernah loyal.

• Keyakinan bahwa semua manusia sama dalam hal penciptaan, hak dan kewajibannya.

• Keyakinan bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi, dengan tujuan memakmurkan bumi sesuai dengan syariat Allah, dan bahwa alam ini ditundukkan untuknya.

• Keyakinan bahwa sumber nilai-nilai adalah wahyu.

(b) Doktrin khusus tentang masyarakat, perubahan sosial, dan perempuan. Yaitu:

• Keyakinan bahwa karakteristik dan prinsip masyarakat muslim adalah akhlak.

• Keyakinan bahwa perubahan sosial adalah atas dasar kemauan dan gerak manusia itu sendiri, berangkat dari pembinaan individu, kemudian keluarga, masyarakat dan negara.

• Keyakianan bahwa perempuan memiliki hak-hak politik sama dengan hak-hak politik laki-laki.

Sedang doktrin-doktrin yang mengandung makna politis secara langsung adalah:

(a) Doktrin khusus tentang keadilan dan kedamaian sosial.

(b) Doktrin tentang strtegi moneter, kemerdekaan dan kebangkitan ekonomi.

(c) Doktrin khusus tentang hukum dan kekuasaan, bahwa hukum Islam sebagai sumber kekuasaan; umat sebagai lembaga pengawas dan yang mengangkat dan menurunkan pemerintah; syura adalah keniscayaan; keadilan ditegakkan; kebebasan dan persamaan derajat adalah hak dan kebutuhan setiap orang.

(d) Doktrin khusus tentang kepahlawanan dan kewarganegaraan.

(e) Doktrin khusus tentang kemerdekaan kultural; kewajiban membebaskan diri dari penjajahan; dan kewajiban berjihad di jalan Allah.

Kedua, Pengetahuan dan wawasan politik, masalah ini akan dibahas pada point memiliki kesadaran politik.

Ketiga, Orientasi dan perasaan politik. Para politisi dakwah yang telah meyakini doktrin-doktrin di atas, disertai dengan pengetahuan dan wawasan yang luas tentang politik, maka pasti ia memiliki orientasi dan perasaan politik. Diantaranya: Loyal kepada pemerintah yang menegakkan syariat Islam; rasa ukhuwah insaniyah dan islamiyah, serta rasa persamaan derajat dengan orang lain; hasrat melakukan perubahan sosial dengan ishlah dan tarbiyah; menghindari kekerasan; menghargai pendapat orang-orang berpengalaman; sikap positif terhadap aktivitas positif; benci kesewenang-wenangan; cinta kemerdekaan; rasa kewarganegaraan dan kepahlawanan; rasa benci dan tunduk kepada bangsa lain; mendukung gerakan-gerakan kemerdekaan di seluruh dunia; bermusuhan dengan penjajah dan seterusnya.

Kesemua orientasi dan perasaan politik tersebut sangat penting, dan seharusnya politisi dakwah membangunnya pada dirinya dan pada umat Islam serta pada masyarakat umum.

B. Memiliki kesadaran politik.

Kesadaran poltik yang mesti dimiliki oleh seorang politisi dakwah adalah:

Pertama, Kesadaran misi,

yaitu kesadaran terhadap ajaran Islam itu sendiri, atau kesadaran akan doktrin-doktrin yang telah disebutkan di depan. Ia meliputi pada penyadaran akan dasar-dasar aqidah, akhlak, sosial, ekonomi dan plitik Islam; Juga meliputi pada penyadaran akan pentingnya aplikasi Islam, sebagai asas identitas umat; Selanjuntnya meliputi pula pada penyadaran terhadap karakteristik konseptualnya. Misalnya ia adalah konsep universal untuk seluruh zaman dan tempat.

Kedua, Kesadaran gerakan,

yaitu kesadaran terhadap ajaran islam tidak akan terwujud di tengah masyarakat dan negara kecuali ada organisasi pergerakan yang berkomitmen dengan asas Islam, dan bekerja untuk mewujudkannya.

Ketiga, Kesadaran akan problematika politik yang terjadi di masyarakat, yang meliputi probelematika politik nasional, regional dan internasional. Contoh untuk problematika nasional adalah penegakan hukum Islam dengan usulan agar UUD 1945 pasal 29 diamandemen, dan memasukkan ke dalamnya tujuh kata piagam Jakarta.

Keempat, Kesadaran akan hakikat dan sikap politik, yaitu kemampuan politisi dakwah memahami peristiwa poltik dan sadar akan sikap kekuatan-kekuatan politik dalam menghadapi berbagai peristiwa politik itu sendiri. Kesadaran semacam ini tidak mungkin ada tanpa kemampuan mutabaah terhadap berbagai peristiwa dan berbagai kekuatan politik baik melalui media massa maupun kajian-kajian.

Keempat kesadaran poltik tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesadaran misi adalah kesadaran permanen; kesadaran gerakan adalah kesadaran permanen dan fleksibel; kesadaran problematika politik adalah kesadaran fleksibel berdasarkan pandangan yang permanen; dan kesadaran sikap politik adalah kesadaran fleksibel sesuai jenis peristiwa.

C. Berpatisipasi dalam kegiatan-kegiatan politik.

Partisipasi politik seseorang sangat bergantung orientasi politiknya yang telah terbentuk oleh doktrin-doktrin politik yang telah diyakininya. Maka seorang politisi dakwah yang telah meyakini bahwa menegakkan pemerintahan Islam dalah kewajiban, pasti akan berparisipasi pada setiap kegiatan politik yang kan menuju ke sana. Dalam rangka menggapai keyakinan tersebut, seorang politisi dakwah dapat berpartisipasi;

Pertama, dalam bentuk individu dengan menjadi anggota organisasi politik;

Kedua, dalam bentuk memberikan solusi atas realita dan problematika masyarakat.

Contoh untuk bentuk yang pertama adalah, lahirnya partai-partai politik yang sebelumnya hanya berbentuk gerakan-gerakan dakwah yang terorganisir rapi dan sistematis, yang kemudian setiap anggota gerakan menjadi anggota partai politik secara otomatis. Dan mensukseskan setiap kegiatan partai tersebut pada setiap jenjang struktur yang menjadi hak dan wewenangnya.

Sedang contoh untuk bentuk yang kedua adalah, keikutsertaan seorang politisi dakwah dalam aksi-aksi politik, seperti demonsntrasi menentang kebijakan nasional ataupun internasional yang merugikan agama Islam, atau keikutsertaan seorang politisi dakwah dalam pelayanan sosial, misalnya dengan membantu warga yang sedang mendapatkan musibah atau bencana alam, atau dengan melakukan upaya menghilangkan buta huruf di masyarakat, atau dengan mengadakan aksi mengangkat masyarakat dari bawah garis kemiskinan dan lain-lainnya.

4. Langkah-langkah Menjadi Politisi Dakwah

Semoga dengan uraian di depan dapat menghilangkan keterbelahan pemahaman bahwa dakwah dan poltik adalah sesuatu yang kontra, dan tidak dapat disatukan dalam satu aktifitas. Semoga pula dapat ‘menggoda’ kita untuk menanam saham kebaikan dalam rangka membangun peradaban dunia, yang sesuai kehendak Allah, melaui aktifitas dakwah dan politik. Akan tetapi dari mana kita memulai?

Pertama, Membangun kembali pemahaman kegamaan kita,

Bahwa agama Islam itu agama yang syamil, mencakup seluruh aspek kehidupan; bahwa agama Islam itu asasnya aqidah, batangnya amal ibadah dan buahnya adalah akhlak; bahwa agama Islam itu diamalkan di dunia dan pahalanya diperoleh di akhirat; bahwa agama Islam itu diturunkan Allah untuk semua manusia, dan sterusnya. Pemahaman ini harus dibangun melalui peroses belajar mengajar. Islam mengajarkan bahwa belajar dilakukan dengan dua hal: Satu, dengan membaca fenomena-fenomena alam dan literatur-literatur; dan dua, dengan belajar melalui guru.

Kedua metode tersebut harus dilakukan oleh stiap muslim, tidak boleh hanya salah satunya.

Sebab dengan membaca saja seseorang dapat tersesat, atau dengan melalui guru saja, seseorang memiliki wawasan yang sempit. Karena dengan demikian, kita sebagai politisi dakwah dapat mengamalkan Islam penuh tanggung jawab, tidak berdasarkan hawa nafsu.

Ketiga, Membangun kembali kebersamaan kita,

Bahwa kita itu bersaudara, tidak dipisahkan oleh batasan darah, suku dan bangsa, apalagi hanya dibatasi oleh perbedaan organisasi keagamaan atau perbedaan madzahab; bahwa kita itu perlu kerjasama dan berjamaah, karena memang setiap amalan dalam agama Islam sangat dianjurkan dilakukan dalam berjamaah; bahwa kita tidak dapat merealisasikan sebagian besar ajaran agama Islam kecuali dengan bersama-sama.

Kebersamaan dapat dibangun dengan kemampuan kita melepaskan egoisme individu masing-masing kita, sehingga kita dapat menerima dan memberi nasehat orang lain, serta mampu bersabar atas kekurangan dan perbedaan dalam kebersamaan. Sehingga kebersamaan ini membuat politisi dakwah menjadi kuat dan dapat segera mencapai cita-citanya.

Keempat, Mengenal kembali potensi dan kelebihan diri kita;

Bahwa masing-masing kita memiliki kelebihan yang berbeda dengan orang lain; bahwa kelebihan kita dapat menjadi keunggulan yang menutupi kekurangan orang lain; bahwa keunggulan kita dapat menghapus kelemahan kita. Yang penting, dengan keunggulan itu dapat kita jadikan sebagai sarana yang memanjangkan umur pahala kita. Sehingga kita menumbuhkannya secara terus dan menjadi politisi dakwah melalui keunggulan tersebut.

Kelima, Memahami kembali realitas kehidupan kita;

Bahwa kita hidup pada hari ini, bukan hari kemarin yang sangat mungkin kulturnya jauh berbeda dengan hari ini; bahwa kehidupan itu penuh dengan dinamika, sehingga kita politisi dakwah dituntut memiliki kemampuan mengaktualisasikan ajaran Islam, dalam bentuk sarana, metode, dan cara sesuai zaman, tanpa harus keluar dari frame dasar agama ini.

Akhirnya, telah menjadi harapan kami, semoga kita dapat menjadi politisi dakwah yang mempelopori pelaksanaan ajaran Islam, secara bersama-sama, berangkat dari keunggulan kita masing-masing, dalam nuansa memperhatikan keadaan, perubahan dan dinamika zaman, yang pada gilirannya Islam tidak hanya tertulis dalam Al Qur’an, tergambar dalam Sunnah dan tertarjamah dalam buku-buku, tapi menjadi kenyataan di muka bumi. Atau tidak hanya menjadi gambar dan maket, tapi dapat menjadi bangunan yang kokoh, yang semua orang dan makhluk dapat bernaun dan tinggal dengan damai dalam bangunan tersebut.

KISAH QIYAMULAIL SALAFUS SHALIH

Ketahuilah –wahai yang selalu mendapatkan kasih sayang dan perlindungan Allah- bahwa kebanyakan dari orang-orang yang malas dan menganggur jika mendengar berita (kisah) kesungguhan para salafussalih dalam menunaikan ibadah qiyamullail, mereka menduga sebagai perbuatan berlebihan dan tasyaddud (keras) dan taklif (beban) yang berlebihan dan melampaui batas pada jiwa mereka.

Ini adalah suatu kejahilan dan kesesatan, karena ketika lemah keimanan kita, menurun azimah kita, kecil rasa rindu kita kepada surga dan sedikit rasa takut kita pada neraka maka akan mudah tunduk pada kenikmatan dan rasa senang yang diiringi sikap malas, tidur dan lalai. Akhirnya kitapun menjadi seseorang yang jika mendengar para ahli zuhud dan ahli ibadah serta apa yang mereka lakukan dari berbagai kesungguhan dan kegigihan dalam beribadah dan ketaatan terasa asing dan bahkan berusaha mengingkarinya. Tentunya tidak asing, karena setiap ada bejana yang ada di dalamnya pasti akan masak (matang), dan ketika hati para salaf bergantung pada Zat yang Maha Lembut dan Maha Pemaksa, keinginan mereka hanya tertuju pada tempat yang kekal. Seharusnya tertulis pada diri kita akan kebanggaan yang sangat mulia tersebut, karena mereka telah memberikan teladan yang mulia kepada kita. Namun ketika kita tunduk pada dunia dan berlomba-lomba menggapainya, mka kita akan menjadi jahat dibuatnya. Karena itu, sadarlah wahai saudaraku yang tercinta dari kelalaian ini, karena mereka pada ahli ibadah yang memiliki kesungguhan dalam beribadah di malam hari seakan seperti rahib, sementara kita tetap berada dalam kemalasan dan tenang berada diatas bantal!!

Berikut ini kisah para salafussalih dalam menunaikan ibadah qiyamullail dan sikap mereka terhadapnya:

1. Sa’id bin Musayyib berkata: Sungguh seseorang yang bangun pada malam hari lalu menunaikan shalat malam, Allah akan memberikan kepadanya wajah yang berseri sehingga dicintai oleh setiap muslim, dan melihatnya sebagai sosok yang belum pernah dilihat sebelumnya. Lalu beliau berkata: “Sungguh saya sangat senang kepada orang ini”

2. Disebutkan ketika Al-Hasan Al-Bashri ditanya: Kenapa orang-orang yang rajin menunaikan ibadah qiyamullail mendapatkan wajah yang berseri-seri? Beliau menjawab: karena mereka telah meluangkan waktu mereka untuk Yang Maha Rahman maka Allah memberikan kepada mereka cahaya-Nya.

3. Seorang penghulu tabi’in Sa’id bun Al-Musayyib menunaikan shalat fajar selama 50 tahun dengan wudhu shalat Isya dan beliau selalu melakukan ibadah puasa.

4. Syuraih bin Hani berkata: tidaklah seseorang kehilangan sesuatu lebih hina dari rasa kantuk yang ditinggalkannya!!! (maksudnya untuk menunaikan qiyamullail).

5. Tsabit Al-Banani berkata: tidaklah seorang hamba disebut ahli ibadah selamanya, sekalipun memiliki banyak kebaikan sehingga ia memiliki dua kebaikan ini: puasa dan shalat, karena kedunya seakan seperti daging dan darah!!

6. Imam Thawus bin Kaisan berkata: ketahuilah bahwa seseorang yang menunaikan qiyamullail dengan membaca 10 ayat Al-Qur’an hingga pagi akan ditulis untuknya 100 kebaikan atau lebih dari itu.

7. Imam Sulaiman bin Tharkhan berkata: Sesungguhnya mata jika dibiasakan tidur akan terbiasa tidur, dan jika dibiasakan bangun malam akan terbiasa untuk itu.

8. Yazid bin Aban Al-Ruqosyi berkata: Jika Saya tidur lalu bangun kemudian tidur lagi maka Allah tidak membuatku tidur lagi setelahnya.

9. Al-Fudhail bin Iyadh menggenggam tangan Al-Husain bin Ziyad, lalu berkata kepadanya; Wahai Husain, Sesungguhnya Allah turun pada setiap malam ke langit dunia lalu berkata: sungguh berdusta orang yang mengaku mencintaiku jika datang waktu malam namun terlelap tidur?!! Bukankah setiap orang yang dicintai akan meluangkan waktu kepada yang dicintainya?!!! Inilah Aku muncul melihat orang yang mencintai-KU pada saat tiba waktu malam kepada mereka,…., besok akan Aku tetapkan mata kekasih-KU di surga-KU.

10. Ibnu Al-Jauzi berkata: Ketika mendengar ucapan orang yang bersungguh-sungguh akan celaan (sungguh berdusta orang yang mengaku mencintaiku jika datang waktu malam namun terlelap tidur) dirinya bersumpah untuk tidak tidur selamanya.

11. Muhammad bin Al-Mukandar berkata: Aku mengikrarkan diriku untuk bersungguh-sungguh selama 40 tahun (maksudnya adalah bersungguh-sungguh dan gigih beribadah) sehingga aku dapat istiqamah!!

12. Tsabit bin Al-Banani berkata: Aku mengikrarkan diriku untuk bersungguh-sungguh selama 20 tahun!! Dan aku menikmatinya dengannya selama 20 tahun pula.

13. Salah seorang yang shalih menunaikan shalat sampai kakinya pecah lalu dia memukul kedua kakinya dan berkata wahai kaki yang selalu mengajak pada kejahatan engkau tidak diciptakan kecuali untuk beribadah.

14. Seorang hamba yang shalih Abdul Aziz bin Abi Rawwad menghamparkan dipannya untuk tidur pada malam hari, lalu dia meletakkan tangannya diatas kasurnya dan merasakannya, lalu dia berkata: Sungguh lembut nian engkau!! Namun dipan di surga lebih lembut darimu!! Kemudian dia bangun dan menunaika shalat.

15. Al-Fudhail bin Iyadh berkata: Jika anda tidak mampu menunaikan qiyamullail dan puasa disiang hari maka ketahuilah bahwa anda telah diharamkan darinya, anda telah dikuasai oleh banyak kesalahan dirimu.

16. Muammar berkata: Sulaiman At-tamimi shalat disampingku pada bagian terakhir shalat Isya lalu saya mendengar beliau membaca ayat “Tabarakalladzi biyadihil mulku wa huwa ala kulli syain qadir” lalu beliau mengulanginya sampai orang yang ada dimasjid pergi, kemudian sayapun pergi kerumah, dan ketika aku pergi ke masjid untuk azan subuh Sulaiman At-tamimi masih ditempatnya seperti saat aku tinggalkan sebelumnya!! Sementara dia berdiri dan mengulangi ayat tidak lebih dari “Falamma roawhu zulfatan siiat wujuhulladzina kafaru”.

17. Istri Masruq bin Al-Ajda’ pernah berkata: “Demi Allah, tidaklah Masruq bangun dari satu malam pada malam-malam lainnya kecuali betisnya bengkak karena benyak melakukan qiyamullail!!.. dan beliau juga melakukan qiyamullail jika keletihan shalat sambil duduk dan tidak pernah meninggalkan shalat, dan jika selesai menunaikan shalat maka dia pergi (pergi ke tempat tidurnya seperti perginya seekor unta ke kandangnya!!

18. Mukhlid bin Al-Husain pernah berkata: Sungguh saya memiliki perhatian terhadap qiyamullail kecuali aku mendapatkan Ibrahim bin Adham selalu berdzikir kepada Allah dan shalat lalu akupun melakukannya untuk itu, kemudian aku membaca ayat ini “Demikianlah karunia yang telah diberikan Allah kepada siapa yang Dia Kehendaki”.

19. Abu Hazim pernah berkata: Sungguh kami pernah menjumpai suatu kaum yang rajin berizin pada batas yang tidak dapat diungguli tambahannya!!

20. Abu Sulaiman Ad-Darani berkata: Aku Pernah melakukan qiyam selama 5 malam berturut-turut dengan satu ayat saja, selalu saya ulangi dan terus meminta kepada Allah agar bisa mengamalkan kandungan ayat yang ada di dalamnya!! Sekiranya Allah tidak mengecam saya dengan lalai maka tidak akan aku tinggalkan ayat tersebut sepanjang hidupku, karena setiap aku mentadabburkan ayat tersebut aku mendapatkan ilmu baru, dan Al-Qur’an tidak akan pernah habis kemukjizatannya!!

21. As-Sari As-Saqti jika datang waktu malam beliau bangun dan salat hingga mendorong dirinya untuk menangis pada malam pertamanya, kemudian begitu lagi dan begitu lagi, jika telah merasa letih maka bertambahlah tangisnya.

22. Seseorang pernah bertanya kepada Ibrahim bin Adham: Sungguh Aku tidak sanggup menunaikan qiyamullail maka berikanlah kepadaku obatnya?!!! Lalu beliau berkata: Janganlah engkau melakukan maksiat pada siang harinya sehigga Allah akan membangunkanmu pada malam harinya, dan ketahuilah bahwa berdirimu dihadapan Allah pada malam hari sangatlah mulia disisi-Nya dan orang yang selalu bermaksiat tidak berhak mendapatkan kemuliaan-Nya.

23. Sufyan At-Tsauri berkata: Aku pernah diharamkan melakukan qiyamullail selama 5 bulan karena perbuatan dosa yang pernah aku lakukan.

24. Seseorang pernah berkata kepada Al-Hasan Al-Bashri: wahai Abu Said: sesungguhnya aku pernah mengabaikan permintaan maaf dan senang melakukan qiyamullail, dan aku kembalikan kesucianku namun kenapa aku tidak bisa melakukan qiyamullail?!!! Al-Hasan berkata: Dosa-dosamu telah mengekang dirimu!!

25. Seseorang juga pernah berkata kepada Al-Hasan Al-Bashri: tolonglah saya untuk bisa melakukan qiyamullail?!! Beliau menjawab: dosa-dosamu telah mengekang dirimu dari melakukan qiyamullail.

26. Ibnu Umar berkata: pertama kali yang akan berkurang dalam ibadah adalah tahajjud dimalam hari, dan meninggikan suara pada saat membaca Al-Qur’an.

27. Atha Al-Khurasani berkata: sesungguhnya seseorang jika menunaikan qiyamullail untuk bertahajjud akan mendapatkan kegembiraan di dalam hatinya, namun jika matanya terkuasai oleh rasa kantuk dan tidur hingga lalai dari hizbnya (melakukan qiyamullail) maka pada pagi harinya akan merasa sedih dan hati yang hancur, seakan dirinya telah kehilangan sesuatu, dan sungguh dirinya telah kehilangan sesuatu yang paling berharga dan bermanfaat (qiyamullail).

28. Ma’qal bin Habin pernah melihat suatu kaum yang banyak makannya, lalu beliau berkata; tidak tampak pada saudara-saudara kita yang memiliki keinginan melakukan qiyamullail.

29. Mis’ar bin Kidam pernah berkata dalam syairnya yang berambisi untuk tidak banyak makan:

Aku dapatkan diriku rasa lapar yang menolak sepotong roti ** dan memenuhi kerongkongan dengan air tawar nan sejuk

Sungguh sedikit makan dapat menolong orang yang ingin shalat ** sementara banyak makan akan menolong orang yang malas.

30. Seorang hamba yang shalih, Ali bin Kidar dihamparkan oleh pembantunya dipan lalu beliau mengelusnya dengan tangannya lalu berkata: Sungguh engkau sangatlah indah!! Sungguhnya engkau sangatlah lembut dan sejuk!! Demi Allah engkau tidak akan bisa menghilangkan malam-malamku (jangan matikan aku malam mini) kemudian beliau bengun dan shalat hingga fajar!!

31. Al-Fudhail bun Iyadh berkata: Aku dapati suatu kaum merasa malu kepada Allah pada gelapnya malam hari dari terlalu banyak tidur!!
Yang demikian adalah ketika tidur, dan jika bergerak (bangun dari tidurnya) dia berkata: bukankah ini untukmu!! Bangunlah dan terimalah nasib baikmu diakhirat kelak!!

32. Hisyam Ad-Dustuai berkata: Sesungguhnya Allah memiliki hamba menolak untuk tidur karena takut meninggal dalam keadaan tertidur.

32. Dari Ja’far bin Zaid berkata: kami pernah keluar untuk berperang menuju (Kabul) dan dalam pasukan (hubungan antara Aisyam Al-Adwi), beliau berkata: maka manusiapun meninggalkan sesuatu setelah kegelapan (yaitu ba’da isya) kemudian tidur dan mendapatkan kelalaian manusia, sampai ketika semua pasukan tidur Shilah bangkit lalu kayu yang ada di pohon yang lebat yang sebagiannya telah patah, lalu akupun masuk pada atsarnya, lalu beliau berwudhu kemudian bangun untuk shalat, dan ketika beliau shalat datang seekor singa yang besar lalu mendekat sedang dirinya dalam keadaan shalat!! Maka akupun loncat dan ketakutan dari terkaman singa lalu naik ke pohon yang terdekat, namun Shilah, demi Allah dia tidak menoleh sedikitpun ke singa!! Beliau tidak takut akan terkamannya dan tidak peduli dengannya!! Kemudian ketika bersujud singa tersebut mendekat darinya. Lalu aku berkata: sekarang pasti akan diterkam olehnya!! Namun singa itu hanya berputar mengitarinya dan sama sekali tidak menyakitinya, kemudian setelah selesai shalat dan mengucapkan salam, dia menoleh pada singa tersebut dan berkata: wahai hewan liar carilah rezkimu di tempat yang lain!! Maka singa itupun pergi dan mengaung yang terdengar hingga pegunungan!! Sementara Shilah masih melanjutkan shalatnya hingga waktu fajar!! Lalu beliau duduk dan membaca puji-pujian yang aku tidak bisa mendengarnya kecuali atas kehendak Allah, kemudian dia berkata: Ya Allah aku memohon kepada Engkau untuk menyelamatkan diriku dari api neraka, atau beranikan pada diriku untuk memohon kepada-MU surga!!! Kemudian beliau kembali ke tempat tidurnya (maksudnya pasukan menduga bahwa dirinya tidur semalam suntuk) lalu bangun pagi dan seakan dirinya tidur diatas dipan yang wangi (yaitu dipan yang lembut dan wangi, maksudnya adalah bahwa dirinya begitu gesit dan semangat) dan akupun kembali ketempat tidurku dan menjadikan diriku dan rasa malasku dan kelalaianku ada sesuatu dari Allah yang Maha Mengetahui.

34. Seorang hamba yang shalih Amru bin Atbah bin Farqad pernah keluar untuk berjuang di jalan Allah, dan ketika datang waktu malam beliau meluruskan kakinya untuk bermunajat kepada Tuhannya dan menangis dihadapan-Nya, sementara pemimpin pasukan yang keluar bersamanya Amru tidak membebani seorangpun untuk melakukan hirasah (jaga malam/ronda); karena Amru merasa cukup dengan dirinya dalam melakukan ibadah shalat malam, dan pada suatu malam ketika Amru bin Atabah shalat malam dan semua tentara tertidur lelap, terdengar aungan singa yang menakutkan, sehingga semua tentara berlarian sementara Amru tetap berdiri pada shalatnya dan sama sekali tidak menghentikan shalatnya!! Dan bahkan tidak menoleh sedikitpun pada singa tersebut!! Dan ketika singa itu pergi meninggalkannya maka merekapun kembali dan berkata kepada Amru: Tidakkah engkau merasa takut pada singa saat engkau shalat?!!! Beliau berkata: Sungguh saya merasa malu kepada Allah jika saya takut kepada selain-Nya.

35. Umar bin Abdul Aziz pernah berkata: sebaik-baik perbuatan adalah sesuatu yang paling dibenci oleh jiwa.

36. Abu Ja’far Al-Baqal berkata: Aku pernah bertemu pada Ahmad bin Yahya, aku melihat dirinya menangis dengan keras seakan dirinya tidak menahan jiwanya!! Lalu saya berkata: sampaikan kepada saya bagaimana kondisimu?!! Namun dia ingin menyembunyikan kepada saya namun saya tidak menghiraukannya, lalu dia berkata kepada saya: saya telah kehilangan hizb saya kemarin!! Dan saya mengira itu tidak terjadi kecuali suatu perkara yang aku lakukan lalu dihukum terhalang melakukan hizbku!! Kemudian dia kembali menangis!! Maka akupun merasa kasihan dan ingin menghiburnya, dan saya katakan kepadanya: sungguh menakjubkan urusanmu!! Engkau tidak ridha kepada Allah pada tidur yang telah diberikan kepadamu sampai engkau menangis seperti itu!! Lalu dia berkata kepadaku: hiraukan saja hal itu wahai Abu Ja’far!! Aku tidak mengira itu terjadi kecuali karena perbuatan yang aku lakukan!! Kemudian dirinya kembali menangis!! Dan ketika aku melihat dirinya tidak menerima ucapan dariku maka akupun pergi meninggalkannya.

37. Dari Abu Ghalib berkata: bahwa Ibnu Umar pernah bersama kami di Mekkah, dan beliau adalah orang yang paling banyak melakukan tahajjud pada malam hari, dan pada suatu hari sebelum waktu subuh tiba beliau berkata: wahai Abu Ghalib: tidakkah engkau shalat walau hanya dengan membaca sepertiga Al-Qur’an. Akupun berkata” Wahai Abu Abdurrahman, waktu subuh telah dekat bagaimana aku bisa membaca sepertiga Al-Qur’an?!! Lalu beliau berkata: bahwa Al-Ikhlas adalah sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an.

38. Abu Ishaq As-Sabi’i berkata: wahai pemuda bersungguh-sungguhlah dan bergiatlah, dan manfaatkan kekuatan dan potensi kalian, gunakan masa muda kalian sebelum datang kondisi lemah, karena sedikit sekali dari waktu malam yang saya lalui kecuali saya membaca di dalamnya seribu ayat!!

39. Seorang hamba yang salih Abdul Wahid bin Yazid berkata kepada keluarganya pada setiap malam: wahai penghuni rumah berhati-hatilah!! (Maksudnya dari tidur kalian) tidaklah ini (dunia) merupakan tempat untuk tidur, telah dekat masa yang diri kalian akan dimakan oleh ulat!!

40. Muhammad bin Yusuf berkata: bahwa Sufyan At-Tsauri mengajak kami untuk bangun malam dan beliau berkata: bangunlah wahai pemuda!! Shalatlah kalian selama kalian masih muda!! Jika tidak hari ini kalian shalat maka kapan lagi?!!

41. Saya pernah masuk pada salah seorang istri imam Al-Auza’I maka orang tersebut melihat ada basah di tempat sujudnya Al-Auza’I, kemudian istrinya berkata Al-Auza’I” celakalah ibumu!! Tampak darimu telah lalai terhadap sebagian anak-anak sampai kencing di masjid Syaikh (Maksudnya tempat shalatnya di malam hari) maka dia berkata kepadanya istri Al-Auza’i: begaiamana ini bisa terjadi pada malam hari!! Ini merupakan bekas tangisnya syaikh dalam sujudnya.

42. Ibrahim bin Syamas pernah berkata: saya pernah melihat Ahmad bin Hambal menghidupkan malam pada saat masih kecil.

43. Abu Zaid Al-Mu’anni berkata bahwa Sufyan At-Tsauri jika datang waktu pagi membentangkan kakinya ke tembok dan kepalanya dibawah agar darahnya kembali normal akibat lama berdiri sepanjang malam!!

44. Abu Muslim Al-Khaulani pernah menunaikan shalat malam dan ketika menimpanya kefuturan atau malas maka ia berkata pada dirinya: apakah boleh menduga para sahabat Muhammad mendahulukan kita, demi Allah aku tidak akan berdesak-desakan atasnya, sampai mereka tahu bahwa mereka ada dan berada dibelakang setelah saya para generasi!! Kemudian berdiri menunaikan shalat hingga datang waktu fajar.

45. Salah seorang ulama shalih pernah bermimpi dalam tidurnya berada di dalam kemah, maka beliau bertanya: milik siapakah ini? Dikatakan bahwa ini adalah kemah orang-orang yang sibuk dengan Al-Qur’an!! Kemudian setelah itu beliau tidak pernah tidur di waktu malam!!

46. Disebutkan bahwa Syaddad bin Aus pernah masuk pada tempat tidurnya bolak balik seperti gandum yang sedang dipanggang diatas bara api!! Dan beliau berdoa: “Ya Allah sungguh api neraka telah menghilangkan aku dari tidur!! Lalu dia bangun dan shalat hingga waktu fajar.

47. Disebutkan bahwa Amir bun Abdullah jika bangun malam menunaikan shalat dan berkata: kedua mataku aku abaikan untuk merasakan nikmatnya tempat tidur sambil melakukan dzikir tidur.

48. Al-Fudhail bin Iyadh berkata: Sungguh saya menerima awal waktu malam, maka akupun mengabaikan panjangnya lalu aku buka Al-Qur’an maka tibalah waktu pagi dan tidak ada sedikipun yang merasa kenyang (maksudnya adalah merasa kenyang dengan bacaan Al-Quran dan shalat).

49. Ketika ada seorang hamba yang shalih Abu As-Sya’sya menangis, maka dikatakan padanya: Apa yang membuatmu menangis!! Maka beliau berkata: sungguh aku tidak pernah mendapat kenikmatan dari melakukan qiyam!!

50. Al-Fudhail bin Iyadh berkata: disebutkan padanya: diantara akhlak para nabi dan orang-orang bersih yang menjadi pilhan yang suci di hari mereka, manusia ada tiga macam: lemah lembut, suka bertobat dan menunaikan shalat dari sebagian waktu malam untuk qiyam.

51. Tsabit ak-Banani melakukan shalat dengan berdiri hingga letih, dan jika merasa letih beliau shalat dengan cara duduk.

52. As-Syirri Al-Saqati berkata: saya melihat beberapa faedah yang terdapat pada kegelapan malam.

53. Sebagian para shalihin berdiri pada sebagian pemuda yang sedang menghambakan diri jika meletakkan sebagian makanannya, dan kemudian berkata kepada mereka: Janganlah kalian banyak makan, minum terlalu banyak dan tidur yang banyak sehingga kalian akan banyak menyesal dan merugi!!

54. Hasan bin Shalih berkata: Sungguh saya malu kepada Allah jika tidur terlalu banyak (berlebihan) maksudnya adalah berbaring diatas dipan (bukan untuk tidur) sampai pada tidurlah yang mengalahkan diriku dan ketika aku tertidur dan kembali bangun kemudian kembali untuk tidur maka Allah tidak akan membangunkan diriku.

55. Seorang hamba shalih Sulaiman At-Tamimi mendapatkan dirinya dan anaknya sedang berputar di keheningan malam di dalam masjid, kemudian keduanya shalat pada satu masjid beberapa saat, kemudian di masjid yang lain sampai tiba waktu pagi!!

Terakhir wahai saudaraku tercinta, bangunlah untuk shalat walau hanya satu rakaat dan saya akhiri tulisan ini hadits ini dengan hadits nabi saw :

مَنْ قَام بعشر آيات لم يُكتب من الغافلين ، ومن قام بمائة آية كُتب من القانتين ، ومن قام بألف آية كتب من المقنطرين

“Barangsiapa yang bangun dengan membaca 10 ayat maka tidak akan ditulis untuknya bagian dari orang yang lalai, dan barangsiapa yang bangun lalu shalat dan membaca 100 ayat maka akan ditulis untuknya bagian dari ahli ibadah, dan barangsiapa yang bangun lalu shalat dan membaca 1000 ayat akan ditulis sebagai Al-Muqantirun . (Abu Daud dan ditashih oleh Al-Bani) maksud dari Al-Muqantirun adalah mereka yang akan melintasi jembatan dengan mudah oleh karena ganjaran yang diberikan untuknya.

My Blog List